Podcast » Cakrawala

Petani Sawit Berharap Empati Pemerintah Aceh

14 August 2015 - 17:30 WIB

Analis sawit dari Godrej International Ltd, Dorab E. Mistry, pada satu kesempatan pertemuan pengusaha sawit dunia dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2012 Price Outlook di Nusadua Bali, awal Desember 2011 lalu, dengan sangat optimis mengatakan prospek harga sawit tahun 2012 kala itu akan menohok level Rp 1600/kg.

Lalu petani sawitpun tersenyum. Industri sawit makin booming, dengan harga kala itu terhitung membaik. Namun apa yang terjadi kemudian, kemeriahan itu hanya sejenak seiring anjloknya harga minyak mentah dunia.

Seterusnya, harga sawit di negeri ini makin fluktuatif, seiring makin ambruknya harga minyak mentah dunia, selain itu gempuran dari daratan Eropa yang minyak nabati mereka seperti minyak matahari, kedelai dan repheseed tersaingi oleh sawit.

Selain itu sawit negeri ini juga digempur dengan regulasi yang bernama roundtable sustainable palm oil (RSPO) tentang persyaratan tentang ‘sertifikasi’ produk dan budidaya sawit. Peraturan itu lansung membuat lintang pukang pengusaha sawit nasional.

Entah karena yang menjerit adalah pemilik modal, pemerintah langsung turun tangan dengan memfasilitasi lahirnya sebuah regulasi produk sendiri, dengan nama Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Dan pengusaha sawit nasional pun menjadi lega.

Bergerak pada fenomena harga sawit dunia yang diprediksi akan terus lesu pada tahun 2015, karena harga minyak yang belum bangkit, serta di sisi lain cost produksi juga cenderung meningkat.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), M. Fadhil Hasan malah memperkirakan produksi minyak sawit akan mencapai 32,5 juta ton di 2015 dengan harganya berada di kisaran US$740-800 per ton.

Terlepas dari perkiraan itu, saat ini harga sawit tepatnya harga jual tandan buah segar (TBS) di level petani cuma Rp 500-650 per kilogram (kg), dari sebelumnya di atas Rp 1.000 per kg. Dengan perkiraan cost produksi dalam kisaran Rp 900-1000/kg, jelas petani sangat terpukul.

Dalam kondisi begini petani sawit rakyat juga ingin pertolongan pemerintah seperti regulasi RSPO. Misalnya dengan penetapan HET TBS, atau semacamnya, seperti konsep Bulog misalnya. Petani sangat berharap agar pemerintah tidak membiarkan mereka ‘berkelahi’ dengan pemain sawit papan atas yang sering berdalih dengan harga pasar global.

Dalam konteks yang lebih elegan, pemerintah seharusnya terus menggalakkan biofuel untuk kendaraan bermesin di negeri ini. Bila ini diterapkan, kita yakin serapan pasar minyak sawit akan makin deras. Dan tentu saja di hulu sana, para petani bisa tertawa lagi.

Dalam konteks ke-Aceh-an, mengapa tidak Pemerintah Aceh turun tangan, dengan mendirikan pabrik kelapa sawit (PKS) yang tentu saja dikelola secara profesional. Bukankah kita memiliki dana Otsus, yang sampai hari ini, blueprint atau rencana induk penggunaannya belum ada. Hingga penggunaannya selama delapan tahun dana itu dinikmati Aceh, nyaris seperti suka suka.

Namun kita tetap mengingatkan, jika memang Pemerintah Aceh turun tangan, benar benar dilandasi tekad untuk menolong rakyat atau berempati kepada penderitaan rakyatnya. Bukan malah terkesan yang penting habis anggaran. Rakyat masih mengingat nasib proyek sawit Pemerintah Aceh di beberapa kabupaten, yang jangankan batangnya, jejaknya saja seperti ditelan bumi.

—————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 858 777