News Update » Aceh Tamiang » News Update

60 Persen Arang Tamiang Diekspor dari Medan

11 January 2015 - 13:54 WIB

SERAMBIFM.COM, KUALASIMPANG – Hasil survey yang dilakukan LSM Lembahtari Aceh Tamiang (Oktober–November 2014) dari 152.705 ton kayu arang yang diekspor keluar negeri melalaui Sumatera Utara, 60 persen atau setara 91.623 ton diantarnya berasal dari Aceh Tamiang.

Berdasarkan data assosiasi eksprotir arang kayu Sumatera, awal tahun 2014, total produksi arang delapan tahun terakhir mencapai 152.705 ton, 60 persen diantaranya dipasok dari pengrajin dapur arang Aceh Tamiang. Sedangkan 40 persen sisanya berasal dari dapur arang Aceh Timur, Langsa, Kabupaten Langkat dan Riau, dengan nilai jual rata rata pertahun USD 51.725.725.

Direktur LSM Lembahtari, Sayed Zainal M SH kepada Serambi, Sabtu (10/1) mengatakan, hasil penelusuran tim Lembahtari selam dua bulan dari Oktober-November 2014 di empat kecamatan, yaitu Seruway, Bendahara, Banda Mulia, dan Kecamatan Manyak Payed. Aceh Tamiang, memiliki 636 dapur arang tersebar di 23 desa dengan jumlah memproduksi arang mencapai 10.309 ton pertahun atau 859 ton perbulan dengan jumlah bahan baku tegakan kayu bakau yang digunakan mencapai 2.563 ton perbulan. “Kayu bakau dipotong secara illegal dari kawasan hutan produksi dan lindung,” ujarnya.

Produksi arang Aceh Tamiang dijual ke touke di Medan dengan nilai Rp 22.679.800.000 atau setara Rp 1,9 miliyar perbulan. Sedangkan pemasukan pendapatan daerah nihil disebabkan bertentangan dengan aturan yang ada namun dari kondisi tersebut yang diuntungkan pemain dan penampung arang di luar Aceh yang mengekspor ke luar negeri.

Lembahtari mengaku sangat prihatin dengan kondisi saat ini karena Pemkab Aceh Tamiang, Gubernur dan Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Aceh membiarkan arang asal Aceh Tamiang terus menerus dibawa keluar daerah secara illegal. Sementara laju kerusakan hutan mangrove di pesisir Aceh Tamiang terus berkurang dan menuju kepunahan. Seharusnya ada solusi besar menyelesaikan masalah ini, selain ekonomi rakyat berjalan namun aspek kerusakan hutan mangrove juga dapat teratasi disamping Pemkab Tamiang memperoleh pemasukan. “Bupati Aceh Tamiang dan Gubernur Aceh harus segera mengambil langkah secepatnya, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Sayed Zainal.(md)