Pusat Banyak “PR” di Aceh
23 September 2014 - 21:07 WIB
Beberapa waktu lalu Gubernur Zaini Abdullah berbicara dalam nada “tinggi” terkait Pusat yang bersikap acuh tak acuh mengenai turunan Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dan, pekan ini Zaini kembali memperlihatkan sikap kurang “sreg”nya kepada Pusat yang dinilai cenderung setengah hati serius membangun jalur kereta api Aceh.
Gubernur memang pantas kecewa. Soalnya, sudah 12 tahun berlalu, tapi jalur kereta api Aceh-Sumatera Utara tak rampung-rampung. Baru terealisir 11,3 km, itu pun hanya di wilayah Aceh Utara. Zaini tidak mengatakan proyek itu mubazir. Tapi, ia tegaskan, untuk menghidupkan kembali kereta api Aceh dan bermanfaat bagi masyarakat banyak, harusnya pemerintah pusat serius melanjutkan proyek itu hingga tuntas. Apalagi tahun 2015 telah dianggarkan lagi dana Rp 900 miliar.
Secara teknis, Gubernur pun mengingatkan, “Boleh bangun jalur kereta api, tapi jangan di jalur yang padat atau kawasan ramai penduduk. Selain itu, juga harus ada pagar pengaman. Tapi kalau tidak serius dibangun, lebih baik kereta api tidak ada di Aceh. Saya punya program lain untuk pembangunan Aceh.”
Sebaliknya, agar niat baik Pusat itu tidak terhambat, Gubernur juga meminta masyarakat yang lahannya terkena jalur kereta supaya mendukung sepenuhnya proyek tersebut dengan tidak menaikkan harga sesukanya. “Harga pembebasan lahan untuk jalur kereta api harus sesuai dengan ketentuan, jangan memasang harga yang bisa menghambat pembangunan jalur kereta api. Jadi, mari sama-sama kita mendukungnya.”
Sesungguhnya, banyak proyek yang digelindingkan Pusat di Aceh, awalnya adalah berlatar belakang politis. Maka, jika kemudian proyek-proyek itu tidak jelas juntrungannya, itu karena dasar pemikirannya juga semata-mata penyejahteraan rakyat.
Kita mencatat banyak “pekerjaan rumah” Pusat yang kini menjadi bengkalai di Aceh. Selain terkait dengan payung hukum (turunan UUPA), ada proyek kereta api dan jaringan jalan jalur tengah. Untuk jalan jalur tengah ini, istilahnya macam-macam. Pernah disebut jaring laba-laba, ada pula istilah Ladia Galaska, dan beberapa nama lainnya. Tapi, sejak dulu hingga kini proyek itu nggak pernah memperlihatkan fisiknya. Apalagi fungsi yang digembar-gembor untuk kemajuan ekonomi.
Oleh sebab itulah, pengalaman “pahit” bagi Aceh ini juga harus menjadi pelajaran penting bagi Pusat dan Aceh. Artinya, dalam menyelesaikan persoalan politis dengan Aceh, Pusat hendaknya jangan suka menabur janji atau meluncurkan proyek-proyek “mercusuar”. Sebab, bila kemudiannya program atau proyek-proyek itu terbengkalai, malah menjadi bumerang bagi Pusat atau pemerintah.
Tapi, kita masih punya harapan pada Pemerintah Pusat di depan ini. Jokowi dan JK bisa diharapkan menyelesaikan “utang-utang” Pusat kepada Aceh. Ya, rel kereta api bisa nyambung dari Medan hingga Banda Aceh. Peraturan-peraturan turunan UUPA dan program-program pemajuan ekonomi masyarakat juga jangan macet lagi. Amin!
————————————————————-
Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.
Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666