Podcast » Cakrawala

RPP Migas Jadi Bahan Bargaining Politik Pusat

19 June 2014 - 19:45 WIB

Duta Besar Uni Eropa untuk Asean, Indonesia dan Brunei Darussalam, Olof Skoog, menyarankan Pemerintah Aceh agar meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat terkait penyelesaian beberapa peraturan turunan dari UUPA. “Kami tidak bisa terlalu jauh mencampuri urusan internal Pemerintah Indonesia dengan Aceh. Tetapi kami tetap akan memberikan dukungan agar pemerintah pusat memenuhi janjinya,” tutur Olof Skoog.

Seperti diketahui, sampai saat ini yang sudah memasuki tahun keempat, belum ada keputusan yang jelas dari Pemerintah Pusat terhadap tiga agenda yang dijanjikan kepada Pemerintah Aceh. Yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, RPP tentang Pengelolaan Bersama Bagi Hasil Minyak dan Gas di Wilayah Kewenangan Aceh, serta Perpres tentang Pelimpahan Kewenangan Pertanahan dari Pemerintah kepada Pemerintah Aceh dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota.

Berlarutnya penyelesaian tersebut membuat Aceh kecewa berat, bahkan marah. Ini antara lain ditunjukkan tim Aceh yang menolak hadir ke Jakarta memenuhi undangan Kementerian Dalam Negeri untuk membahas kelanjutan colling down tahap kelima Qanun Bendera dan Lambang Aceh.

Bagi Aceh, seperti dikatakan Gubernur Zaini Abdullah, kepastian tiga kewenangan yang disebutkan tadi sangat penting. Ini menyangkut besaran hak-hak dan kewenangan yang akan diperoleh Aceh, khususnya dari migas dan pertanahan.

Sebaliknya, pusat juga memiliki kepentingan berbeda terhadap tiga RPP yang dinanti-nantikan Aceh itu. Kesan yang kita tangkap selama bertahun-tahun, Pusat menjadikan ketiga RPP itu sebagai bahan “bargaining” politik. Yang menyakitkan, tahun 2009 soal tiga RPP untuk Aceh juga dijadikan materi kampanye Pilpres SBY, dan pada pilpres kali ini, tentang tiga RPP dimaksud masih dijadikan lagi sebagai bahan kampanye. Itulah yang kita katakan bahwa RPP itu bagi Pusat lebih dieksploitir sebagai bahan bargaining politik, ketimbang kehendak menjalankan perintah undang-undang.

Oleh karenanya, kita melihat sesungguhnya yang menjadi kendala penerbitan tiga RPP itu untuk Aceh bukan masalah teknis, tapi soal kemauan politik Pusat. Proses pembahasan yang berlangsung selama ini dan diwarnai dengan beberapa kali jeda, hanya untuk mengulur-ulur waktu saja. Jadi, bukan untuk lobi-lobi menemukan kesepakatan atau solusi.

Yang jelas, ketiadaan RPP itu, khususnya RPP Migas telah menjadi penyebab utama tak berjalannya upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebab, kontribusi hasil migas dalam upaya percepatan pembangunan Aceh sangatlah menentukan.

Karena RPP itu begitu penting bagi Aceh, maka perjuangan untuk mendapatkannya tentu tak boleh mengendur, apalagi putus asa. Dan, yang penting, isu ketiga RPP itu jangan lagi menjadi bahan kampanye pilpres 2014. Sebab, RPP ini bukan kebijakan politik seorang presiden, tapi sudah menjadi perintah undang-undang!

——————————————————————

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666