Podcast » Cakrawala

Belajar Fair Play Dari Pesta Negeri Samba

13 June 2014 - 18:44 WIB

Dinihari WIB tadi, sebuah pesta olahraga yang paling menyita perhatian dunia, mulai dihelat. Ya..pesta sepakbola terakbar dan paling fenomenal dengan titel Wolrd Cup 2014 Brazil. Sejenak selesainya ceremoni pembukaan yang berlangsung glamor di Stadion Arena Corinthians, Sao Paulo, diwarnai sambutan singkat dari Presiden FIFA, Joseph Blatter dan Presiden Brazil, Dilma Rouseff, peluit kick off dilengkingkan pengadil dari Jepang, Yuichi Nishimura.

Tuan rumah Brazil yang mengusung jogobonito ditantang oleh kuda hitam dari Eropa Timur, Kroasia, dalam duel pembuka. Brazil mulai meretas mimpi untuk meraih titel kampiun dunia ke-6 kalinya. Sementara Kroasia yang mendewakan sepakbola full power berusaha masuk lorong waktu untuk kembali mencicipi aroma kehormatan sebagai juara 3 seperti Piala Dunia 1998 Prancis.

Di tengah gelombang protes para aktivis negeri Samba Brazil yang menolak berlangsungnya Piala Dunia di negara mereka, pesta sepakbola dunia itu tetap berlangsung. Seakan suara protes itu makin parau tergulung oleh euforia sepakbola yang mewabah. Nai vai tercopa! Tak kan ada piala dunia seperti disuarakan pemrotes, akhirnya hilang tersapu riuh gemuruh dukungan untuk para bintang sepakbola sejagad.

Seperti ruh yang tersirat dari moto Brazil 2014, all in one rhytim (semua dalam satu irama), Piala Dunia mau tak mau membuat kita seakan larut dalam satu irama, seakan tanpa sekat etnis, atau bahkan kubu kubu politik yang kini sedang menyergap anak negeri. Sepakbola seakan membuat dunia tanpa batas, football without frontier, seperti slogan Piala Dunia 1998.

Banyak semangat yang dapat dipetik dari Brazil 2014 yang sebulan ini akan mengganggu jadwal tidur kita–terutama para maniak bola. Semangat untuk menyuarakan kebersamaan, tanpa memandang ras suku dan agama. Semangat sepakbola yang diusung dalam koridor fair play, oleh para bintang dunia. Semangat bagaimana menjalani sebuah ritual kejuaraan level tinggi dengan cara beradab.

Altar kejuaraan sepakbola Brazil 2014 setidaknya menjadi maha guru bagi insan sepakbola di negeri ini, bagaimana menjalani lakon sepakbola yang sebenarnya. Bukan hanya untuk para pemain, tapi juga untuk para stake holder sepakbola itu sendiri.

Lihatlah bagaimana harian sepakbola terbesar Spanyol Marca yang menyorot brutalisme sepakbola negeri ini, ketika seorang Akli Fairuz, pemain Persiraja kehilangan nyawa sejenak insiden terjangan brutal kiper PSAP Sigli, Agus Rohman.

Di negeri ini, sudah lazim jika di lapangan pertandingan si kulit bundar, bukan hanya disajikan adu pintar mengolah bola, tapi juga baku pukul tendangan kungfu serta tawuran antara pemain. Kadang malah wasit dikejar ramai ramai oleh pemain bak maling jemuran, hanya karena merasa tak puas atas keputusan pengadil yang belum tentu salah.

Piala Dunia seakan mengajarkan kepada kita tentang sikap sportiv yang menjadi harga mati, termasuk menghargai keputusan pengadil walau salah. Pada Piala Dunia 2010 Afsel, sebuah gol cannon ball Frank Lampard ke gawang Manuel Nuer yang jelas jelas sudah masuk jaring, dimentahkan oleh wasit, hingga Inggris kemudian takluk atas Jerman. Tak ada sikap brutal atas wasit, seperti lazimnya di negeri ini.

Pesta sepakbola Brazil 2014 selama satu bulan, hendaknya menjadi pelajaran bagi kita bagaimana kompetisi sepakbola yang sebenarnya. Lebih dari itu, setidaknya melupakan kita dengan hiruk pikuk euforia pesta politik di negeri ini, yang diriuhkan dengan tudingan kampanye hitam. Bagiamana pun, olahraga dan politik sama sama menghengdaki kaedah fair play dan all in one rhytim.

—————————————————————–

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666