Podcast » Cakrawala

Sayonara Persiraja

23 May 2014 - 19:47 WIB

Miris dan memprihatinkan! Itulah nasib bonden sepakbola yang pernah menjadi ikon Kota Banda Aceh. Persiraja! Nasib bonden itu kini sebenarnya bukan lagi di ujung tanduk, tapi malah sudah ‘game over’. Simaklah pernyataan Pelatih Ahkyar Ilyas yang membuat semua pihak mengurut dada. Saat ini klub itu nyaris tak ada lagi manajemen, karena pengurus pun sudah saboh sahoe alias sudah lempar handuk. “Kami bingung mau menunggu instruksi siapa, soal memulai latihan. Karena pengurus baru pun sudah mengundurkan diri. Kalau pengurus lama memang sudah tak ada lagi.”

Lebih miris lagi, sejenak meninggalnya Akli Fairus akibat brutalisme sepakbola negeri ini, bonden Persiraja idealnya sudah gulung tikar. Pengurus yang baru seminggu memimpin langsung mengundurkan diri, sementara pemain juga ‘tak berani’ lagi menginap di mess. Semua sudah kocar kacir!

Kondisi Persiraja saat ini melebihi mirisnya tim sepakbola gampong. Jangan gaji, untuk air minum latihan aja tak punya. Toh mimpi untuk melanjutkan kompetisi tetap dikobarkan. Nekat! Itulah fenomena kekinian Persiraja Banda Aceh. “Kita juga mengharapkan agar ada kepedulian dari semua pihak supaya Persiraja bisa menghadapi kompetisi putaran kedua Divisi Utama Liga Indonsia,” harap Akhyar yang didampingi pelatih kiper, Purwanto.

Kita tiba tiba teringat kepada sosok Almarhum Di Murthala yang berkorban secara total untuk Persiraja di era 70 hingga 80-an. Di Murthala membawa Persiraja hingga status kampiun PSSI tahun 1980, dengan mendatangkan pelatih Andrew Yap dari Singapura serta latihan di negeri tetangga. Sebuah pengorbanan yang tak pernah tertandingi hingga kini. Pengorbanan yang hanya dibalas dengan mengabadikan pada nama Stadion Lampinueng, yakni Stadion Di Murthala.

Dengan dalih tim sepakbola dijadikan sebagai entitas dan identitas daerah, dunia sepakbola negeri ini lalu didanai dengan dana APBD masing masing daerah. Hingga klub klub berstatus profesional penuh, dengan memakai pemain luar negeri sekalipun, yang seharusnya ‘haram memakan’ uang negara.

Saat itu, termasuk di Persiraja sendiri, banyak orang berminat jadi pengurus, karena bisa mendapatkan sesuatu dari sana. Namun situasi itu berbalik seiring keluarnya Permendagri No. 22/2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2012. Seperti yang tercantum dalam lampiran Permendagri No.22/2011 dalam Bab V No. 23 menyebutkan cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam APBD karena menjadi tanggungjawab induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 29 (2) Undang-Undang No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Selain itu KPK merekomendasikan penghentian bantuan dana bagi APBD bagi klub sepak bola. Karena dana yang dihimpun dari pajak rakyat itu, memang tak seharusnya dihamburkan hanya untuk sepakbola.

Dengan fenomena itu, partisipasi dana dari pemerintah–termasuk Pemko Banda Aceh–untuk Persiraja juga sudah tertutup. Kalau begini, kita hanya bertanya siapa yang bernyali untuk menyelamatkan Persiraja. Adakah funding father seperti Di Murthala yang melihat pengorbanan sebagai pelampiasan hobi? Rasanya sulit. Kita juga tak ingin pemain dan pelatih Persiraja jadi martir sia-sia. Siapa yang bertanggungjawab seandainya terjadi tragedi Akli ke-2? Saat ini saja semua pemain tak ada gaji, walau kontrak dimiliki. Bukankah lebih baik mengucapkan sayonara, atau woe bak sot lagi?!

—————————————————————

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666