Podcast » Cakrawala

Nyawa Terenggut Lagi, Wajar Ada yang Menangis

4 March 2014 - 21:00 WIB

SEORANG warga yang menelepon ke Radio Serambi FM menangis terisak-isak ketika menanggapi jatuhnya korban nyawa akibat penembakan di Aceh Selatan, Minggu malam 2 Maret 2014. Warga yang mengaku dari Blangbintang, Aceh Besar itu begitu sedih ketika menanggapi berulangnya tindak kekerasan yang dibahas pada program Cakrawala membedah Salam Serambi bertajuk; Tak Bisakah Berpolitik tanpa Kekerasan?”, Senin 3 Maret 2014.

Ya, ketika topik tentang kekerasan itu sedang dibahas, secara bersamaan pula Harian Serambi Indonesia menurunkan berita tewasnya seorang caleg PNA bernama Faisal SE, 40 tahun akibat diberondong

dengan senjata api ketika sedang dalam perjalanan dengan mobilnya. Waktu itu Faisal mengendarai mobil Freed BK 1181 0N dari Blangpidie, Aceh Barat Daya, menuju Sawang, Aceh Selatan. Mobil korban diberondong lebih dari 40 tembakan. Timah panas juga menembus tubuhnya sehingga korban meninggal di tempat kejadian, di kawasan Gunong Seumancang, Desa Ladang Tuha, Keucamatan Meukek, Aceh Selatan.

Laki-laki yang menangis ketika menanggapi kasus kekerasan yang berujung maut itu bernama Heri. Kita tentu saja tidak bisa melihat berapa orang yang menangis, tetapi yang terpenting adalah makna dari tangisan tersebut. Hampir bisa dipastikan tangisan Heri mewakili keprihatinan masyarakat daerah ini karena begitu mudahnya nyawa terenggut, apalagi kalau motifnya adalah politik.

“Kami sebagai rakyat Aceh menangis dan melihat bangsa Aceh dijajah oleh bangsanya sendiri. Orang Aceh tidak ada lagi akhlak. Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah. Mana aparat keamanan untuk bisa mengambil senjata-senjata itu. Mari rakyat buka mata, buka telinga, dan melihat dengan mata. Ini kehancuran Aceh. Kita di dunia hanya sementara,” begitu untaian kalimat Heri sambil terisak-isak.

Suara Heri makin parau dan di hampir sepuluh menit interaktifnya dengan Serambi FM, banyak kata-kanya tak begitu jelas terdengar. Suaranya begitu tenggelam dalam kedukaannya. Ia benar-benar menagis tak terbendung. Kendati secara lahiriah kita tak melihat Heri, namun secara verbal/audio kita bisa membayangkan bagaimana air mata Heri berjatuhan.

Menurut Manajer Radio Serambi FM, selama hampir delapan tahun usia Serambi FM, baru kali ini seorang pendengar pria penelepon, berbicara sambil menangis terisak-isak. Kondisi ini menimbulkan komentar lanjutan dari sejumlah kalangan.

“Kalau seorang lelaki sudah menangis, dengan bersuara tersedu-sedu, bayangkanlah seberapa parah luka hatinya? Seberapa besar kekecewaannya?” tulis seorang ibu melalui pesan Blackberry kepada Serambinews.com.

Sementara pendengar yang lain, Sukma Hayati juga memberi komentarnya. “Sebenarnya masyarakat Aceh mulai kehilangan karakternya. Tidak lagi berpegang pada nilai-nilai dan norma agama dan nilai sosial. Sehingga di mata dunia kita bukan lagi terlihat hebat. Tapi jadi terlihat bodoh. Sikap-sikap tidak menghargai nyawa manusia kurang lebih seperti sikap Yahudi.”

Beragam tanggapan masyarakat terhadap kondisi Aceh kekinian–terutama terkait tindak kekerasan–menjadi bukti betapa masyarakat daerah ini sudah muak dan trauma dengan yang namanya kekerasan. Aksi yang mempertontonkan kebrutalan, apalagi sampai merenggut nyawa orang lain dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak bisa dibenarkan untuk alasan apapun. Celakanya, kalau aparat keamanan tidak mampu mengungkap dan membendung kasus-kasus yang semakin meresahkan ini, bukan mustahil pemilu akan dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, dan ‘pesta demokrasi’ tak lebih dari sekadar slogan.

————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666

Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :