Spirit Berkurban tidak Boleh Surut
11 October 2013 - 20:24 WIB
LIMA hari menjelang Idul Adha 1434 Hijriah, permintaan sapi dan kambing untuk hewan kurban semakin meningkat. Bersamaan dengan itu pula, harganya kian melambung dibanding tahun sebelumnya. Di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar, harga sapi ukuran sedang yang biasanya Rp 10 juta/ekor, kini dijual Rp 11,5 juta sampai Rp 12 juta/ekor. Sedangkan kambing yang cocok untuk kurban dijual dengan harga berkisar Rp 2,5 juta/ekor atau naik antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000/ekor dibanding tahun lalu.
Yang patut kita syukuri, meski digembar-gemborkan angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh sangat tinggi, ternyata menurut para pedagang hewan, permintaan lembu dan kambing untuk kurban, tahun lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Kita tidak tidak tahu apakah ada korelasi antara angka kemiskinan dan tingginya tingkat pengangguran dengan berkurban. Kita juga melihat seperti tidak ada korelasi kemiskinan yang sering dikatakan meningkat, dengan jumlah warga Aceh yang masuk waiting list tiap tahun meningkat tajam.
Jadi, sekali lagi kita harus bersyukur, walau hidup pas-pasan, tapi semangat untuk berhaji dan berkurban tetap menggebu-gebu dalam diri umat Islam daerah ini. Para ulama mengatakan, spirit berkurban pada saat Hari Raya Idul Adha pada intinya merupakan semangat tauhid, pengabdian dan penyembahan kepada Allah Swt.
Motivasi berkurban juga menjadi semangat pembebasan dari belenggu harta dan materi agar jangan sampai menguasai hati dan kalbu kita. Makanya, harta atau materi yang kita miliki harus “dikorbankan” di jalan Allah SWT dalam bentuk infak ataupun lainnya. “Harta yang sebenar-benarnya harta yang kita miliki adalah yang dikurbankan di jalan Allah,” kata seorang ulama.
Makna sederhananya, berkurban adalah berbagi rasa. Si kaya menyembelih hewan untuk dibagikan kepada yang tak mampu. Jadi spirit berkurban itu bukan untuk gengsi-gengsian atau gagah-gagahan.
Satu hal yang menjadi catatan keprihatinan kita adalah tentang bagaimana membagi hewan kurban agar tidak menumpuk di satu daerah. Sebab, selama ini kita lihat di Banda Aceh daging hewan kurban boleh dikatakan berlimpah, sehingga terkadang orang-orang yang seharusnya tidak menerima, tapi ikut menikmati. Sedangkan di kawasan Aceh Besar, pinggiran Banda Aceh, banyak kaum dhuafa yang tak kebagian daging hewan kurban.
Nah, jadi soal distribusinya harus benar-benar dipikirkan. Misalnya, hewan kurban gemuk-gemuk dari Pak Gubernur, Pak Wagub, Pak Panglima, Pak Kapolda, Pak Kajati, dan bapak-bapak pejabat lainnya yang selama ini disembelih di Banda Aceh, kali ini dibagi ke daerah-daerah. Demikian juga di kabupaten kota, daging hewan kurban Pak Bupati atau Pak Walikota dibagi ke kaum dhuafa di kecamatan-kecamatan terpencil. Nah?!
————————–
Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.
Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :