LIBAS (Lepas Inspirasi Bisnis Ala Suparno) “Menjual Batu”
22 October 2013 - 20:51 WIB
MENGUKUR kekayaan seseorang sering dikaitkan seberapa banyak harta yang dimilikinya. Ukuran jenis harta ini juga berbeda cara setiap masanya, zaman dahulu dan hari ini atau yang akan datang pasti berbeda cara menilai seberapa kaya seseorang.
Zaman dahulu, mengukur orag kaya bisa dilihat dari seberapa luas sawah dan tanah yang dimiliki seseorang. Seberapa banyak ternak yang dipeliharanya. Jika seseorang memiliki luas tanah di atas 1 hektare itu sudah dianggap kaya, apalagi ada ratusan ekor ternak sapi atau lembu yang dipeliharanya. Orang-orang kaya di zaman dahulu, hingga saat ini masih bisa dilihat jejak kekayaannya itu.
Lihatlah, di Aceh misal, kita sering menemukan hamparan tanah yang luas membentang tak terhingga milik orang kaya zaman dahulu. Bahkan, beberapa petak tanah yang saat ini menjadi satu perkampungan padat penduduk, saat ditelusuri lebih jauh ternyata milik seorang kaya zaman dahulu.
Ukuran kekayaan terus berkembang, mungkin kita masih menemukan ukuran kaya dari luas tanah di gampong-gampong di Aceh. Sementara di kota, ukuran kekayaan bisa dilihat dari seberapa banyak seseorang memiliki kendaraan dan simpanan emas, surat berharga, dan perhiasan lainnya, meski hanya tinggal di rumah yang tidak terlalu luas.
Pemilik gunung batu, zaman dahulu mungkin tidak diperhitungkan. Bahkan akan ditertawakan untuk apa memiliki gunung batu yang sama sekali tidak bisa ditanami apa pun. Tetapi, lihatlah betapa para pemilik gunung berbatu hari ini telah menjadi orang-orang kaya berlimpah uang. Semua proses pembangunan di Aceh, misalnya, membutuhkan batu-batu dari gunung-gunung batu yang banyak terdapat di provinsi ini.
Perhatikanlah, batu-batu besar setiap hari melintas di jalan Banda Aceh. Batu tersebut adalah uang yang tertanam dari pemilik gunung, yang dahulu kala mungkin sangat tidak berguna dan bernilai uang. Pemilik gunung itu hanyalah menjual batu di lahan yang dimilikinya dahulu, yang tak bernilai itu. Orang kaya hari ini, itulah orang yang menjual batu.
Menjual batu, berarti juga menjual sesuatu yang terbuat dari batu. Ada banyak batu yang dapat dijadikan barang bernilai dan memiliki nilai uang yang cukup besar. Bukankah keindahan rumah hari ini dilihat juga seberapa bagus ornamen batu hias yang dibeli si pemilik rumah. Batu-batu itu juga menjadi ciri strata seseorang dari rumah yang ditempatinya, sebab hanya orang yang memiliki uang yang dapat menghiasi rumahnya dengan batu-batu yang dulunya tidak berharga itu.
Para penjual hiasan batu, saat ini juga termasuk orang kaya baru yang menyulap batu menjadi sumber uang yang melimpah. Semakin modern hidup, orang-orang mulai gemar mengoleksi batu yang semula tak bernilai menjadi hiasan menarik. Hanya memerlukan sedikit sentuhan artistik untuk sebuah batu agar menjadi bernilai uang.
Pelajaran apa yang dapat kita petik dari menjual batu? ternyata Allah Swt dengan segala ciptaannya itu tidak ada yang sia-sia, semua yang ada di sekitar kita adalah sumber rezeki yang melimpah. Tinggal bagaimana kita memutar otak dan kreatif menjadikan sesuatu itu, termasuk batu sebagai jenis usaha yang menghasilkan uang. Dengan demikian, sesungguhnya usaha itu dapat dimulai dengan modal batu yang di sekitar kita, seperti yang dilakukan penjual batu putih lintasan menuju Aceh Selatan, cukup memungutnya dari sungai, dikarungin, dipajang di pinggir jalan, dan jadilah batu itu bernilai uang. Mau mencoba?
——————————————
Syedara lon, program “LIBAS” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari Senin pada pukul 11.00 Wib.
Program ini mengupas bagaimana Metode Bisnis dan juga mengemas suatu Hal agar menjadi bisnis succses dengan berbagai motivasi terbaik dari “LIBAS” Bersama Bapak Suparno. Anda juga kami undang berpartisipasi dalam program ini di-line telpon : 0651-637172 dan 0811689020 dan SMS 0819878666