Podcast » Talkshow

LIBAS (Lepas Inspirasi Bisnis Ala Suparno) “Bungong Jaroe”

9 October 2013 - 20:50 WIB

BUNGONG Jaroe atau oleh-oleh biasa kita beli di tempat atau kota yang kita singgahi dalam satu perjalanan saat kembali ke tempat di mana kita menetap. Tidak pas rasanya, jika cindera mata dari suatu daerah baik berupa kerajinan atau makanan tidak kita kantongi saat kembali.

Oleh-oleh ini, bisa saja tidak klop dengan daerah yang kita singgahi tetapi itu tidak mengurangi nilai keterkenalan daerah tersebut. Lihat saja, Bika Ambon adanya di Medan dan lebih terkenal sebagai oleh-oleh khas yang bisa kita bawa saat singgah di Kota itu. Saat kita ke Pontianak, oleh-olehnya justru ada terkenal dengan ikan asin padahal di kota itu bukan wilayah laut.

Pergi ke Garut, pulang sudah pasti bawa dodol atau jaket kulit dan macam kerajinan berbahan kulit lainnya. Kabupaten ini, sudah mencitrakan diri dengan bungong jaroe yang tidak dapat dipisahkan dari ikon daearahnya. Begitu pun, saat kita singgah di Solo. Di Kota ini kita akan teringat batik solo yang terkenal itu. Tidak enak rasanya, pulang dari Solo tidak membawa cinderamata dari daerah yang terkenal dengan home industri batiknya tersebut.

Masing-masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas oleh-oleh sebagai ikon kabupaten atau kota yang bisa dijual dan menjadi ladang pemasukan bagi daerah tersebut.

Lalu bagaimana dengan Aceh? kita dapat melihat dan memetakan oleh-oleh khas Aceh yang terkenal ke luar. Rasanya, masih kurang begitu greget mempopulerkan bungong jaroe dari Aceh ke luar daerah. Dominasi rencong, mungkin masih menempati urutan nomor wahid sebagai souvenir yang dibeli untuk oleh-oleh. Di luar itu, kesan negatif tentang ganja justru lebih populer ketimbang beragam macam souvenir dari Aceh.

Tentu, perlu usaha bersama semua komponen di Aceh mengenalkan provinsi ini dengan bungong jaroe yang lebih menjual dari yang sudah ada saat ini. Bukankah pascatsunami ada banyak ikon yang dapat dijual sebagai oleh-oleh dari Aceh? kita punya PLTD Apung yang fenomenal itu, tetapi masih jarang yang mau menggarap lebih serius terkait PLTD Apung sebagai warisan sejarah wisata tsunami.

Belum ada yang membuat kerajinan semisal miniatur PLTD Apung dengan deskripsi cerita singkat tetapi berkesan dan para pelancong yang datang dapat mengingat Aceh lebih lama. Aceh punya Masjid Raya Baiturrahman, semua orang terkesan dan ingin shalat di masjid ini saat kali pertama tiba. Tetapi, kita tidak punya miniatur masjid yang dikemas unik dan punya nilai jual dan berkesan bagi mereka yang datang ke Aceh.

Hal di atas adalah sekian dari banyak hal yang bisa kita kembangkan untuk memajukan sektor pariwisata Aceh sehingga daya tarik negeri ini tidak pudar saat para pelancong kembali ke tempatnya. Tentu, perlu dukungan semua pihak termasuk keseriusan pemerintah menggarap Aceh yang layak ‘dijual’ dengan segala keindahan dari apa yang ada di dalamnya.

Nah, tulisan ini semoga mengispirasi dan kita berharap Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) yang telah selesai beberapa waktu lalu, akan menjadi titik awal kebangkitan wisata Aceh ke depan yang mampu mempromosikan segala hal yang dimiliki daerah ini, sehingga Bungong Jaroe dari Aceh semakin mendunia.

———————————-

Syedara lon, program “LIBAS” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari Senin pada pukul 11.00 Wib.

Program ini mengupas bagaimana Metode Bisnis dan juga mengemas suatu Hal agar menjadi bisnis succses dengan berbagai motivasi terbaik dari “LIBAS” Bersama Bapak Suparno. anda juga kami undang berpartisipasi di line telpon : 0651-637172 dan 0811689020 dan SMS 0819878666