Pelebaran Jalan Distop, Warga Protes ke Dewan
14 November 2014 - 21:55 WIB
SERAMBIFM.COM, SUBULUSSALAM – Puluhan Warga Desa Suka Maju, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam mengadu kepada empat anggota DPRK yang sedang menggelar reses di Gedung Serba Guna Kantor Camat setempat, Jumat (14/11). Warga protes proyek penimbunan permukiman Desa Suka Maju untuk pelebaran jalan nasional tak lagi dikerjakan, padahal warga sudah membongkar rumahnya untuk proyek itu.
Protes ini seperti dikemukakan Abdurrazak dan Kaharuddin yang mengaku kecewa dengan terhentinya proyek pemerintah itu, sehingga mereka anggap secara tak langsung telah membuat masyarakat menderita. Pasalnya, menurut mereka, awalnya pemerintah menganjurkan masyarakat membongkar rumah mereka demi terwujudnya penimbunan untuk pelebaran jalan nasional di sana.
Warga pun akhirnya bersedia membongkar rumahnya dengan kompensasi Rp 5 juta per kepala keluarga (KK). Namun setelah warga membongkar rumah, proyek penimbunan justru berhenti. Menurut Kaharuddin, warga sudah berulangkali menyampaikan aspirasi ini kepada muspika dan pihak DPRK, tetapi hingga kemerin belum ada titik temu. Namun hingga kemarin tidak ada titik temu.
“Kami sudah bersedia membongkar rumah, tapi kenapa proyeknya malah berhenti, sedangkan kami tidak punya tempat tinggal lagi. Herannya, proyek penimbunan belum beres pemeritah sekarang justru membuat proyek lain, padahal bagi kami itu tidak penting,” teriak Kaharuddin.
Menurut Kaharuddin, kini warga Suka Maju Sangat sengsara akibat proyek penimbunan yang tidak beres itu. Mereka pun menyatakan sudah bosan dengan janji-janji aparat Pemkab maupun wakil DPRK di sana.
“Terus terang kami sekarang krisis kepercayaan, karena kami tanyakan sama Pak Wali Kota dia bilang ke DPRK, kami datangi DPRK, juga dikembalikan ke Wali Kota, jadi sekarang siapa yang kami percayai dan kemana sebenarnya tempat kami mengadu,” timpal Abdurrazak.
Informasi dihimpun Serambi, proyek penimbunan di Suka Maju hanya sekitar tiga minggu. Puluhan rumah warga sudah terlanjur dibongkar sementara proyek terhenti. Akibatnya, warga kehilangan tempat tinggal dan kondisinya harus menumpang ke rumah sanak family.
Menurut Cehrani (45), kemajuan proyek penimbunan tidak sampai 10 persen pun sehingga membuat masyarakat marah.(lid)