News Update » Kutaraja » News Update

Kapolda Janji Putuskan Peredaran Merkuri

29 August 2014 - 19:57 WIB

SERAMBIFM.COM, BANDA ACEH – Setelah menyita peralatan tambang emas ilegal dan sejumlah barang bukti hasil pengolahannya di Kecamatan Geumpang, Pidie, Rabu (27/8) malam, Polda Aceh segera bergerak ke tahap berikutnya, yakni memutus mata rantai perdagangan dan peredaran merkuri ilegal di Aceh. Soalnya, air raksa itu, termasuk sianida, kerap digunakan penambang untuk memisahkan butiran emas dari gumpalan batu, sehingga limbahnya mencemari sungai dan ribuan ekor ikan mati.“Memutus mata rantai perdagangan dan peredaran merkuri di Aceh merupakan langkah lanjutan yang akan kita lakukan secara intensif,” ujar Kapolda Aceh, Irjen Pol Husein Hamidi kepada wartawan seusai pertemuan dengan Komisi A di Gedung DPRA, Rabu (27/8) siang.

Berdasarkan observasi maupun laporan yang telah dihimpun Polda Aceh, kata Husein Hamidi, jumlah lokasi tambang emas ilegal di Pidie saja cukup banyak, mencapai ratusan lokasi di Geumpang dan Mane.

Karena jumlah titik tambang dan sentra pengolahan (gelondongan)-nya cukup banyak, lanjut Kapolda, sehingga kebutuhan terhadap merkuri pun otomatis menjadi sangat banyak. “Maka kita harus memutus mata rantai perdagangannya supaya pendistribusian dan penjualan bahan berbahaya itu kepada penambang emas ilegal terhenti,” ujar Kapolda.

Dengan tindakan itu, Kapolda berharap tak ada lagi pelaku yang nekat melakukan transaksi merkuri untuk kebutuhan tambang emas ilegal di Aceh. Selain itu, air Krueng Meriam (Pidie) dan Krueng Teunom (Aceh Jaya) tidak semakin parah tercemar bahan beracun tersebut.

Saat ini, ulas Husein Hamidi, kadar merkuri di Krueng Meriam dan Krueng Teunom itu telah mengamcam manusia. Tidak hanya berupa hilangnya mata pencaharian mereka, tapi sebagian organ tubuh mereka pun sudah rusak akibat mengonsumsi ikan yang tercemar merkuri atau terpapar oleh uap merkuri dari dasar sungai pada saat kemarau.

Dampak medisnya bakal semakin parah pada 5-10 tahun ke depan. Kemungkinan, bakal banyak bayi yang lahir cacat, tanpa lengkap pancainderanya, seperti terjadi di Minamata, Jepang.

Karena besar dan kompleksnya masalah yang ditimbulkan pencemaran merkuri ini, kata Kapolda Aceh, maka sudah sepantasnya Polda Aceh bersama dinas teknis, menindak tegas pelaku peredaran merkuri ilegal dan penambang emas ilegal, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Ir Said Ikhsan MSi mengingatkan bahwa pada Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dinyatakan, setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK), diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Besarnya ancaman hukuman terhadap penambang liar itu, menurut Said Ikhsan, karena pencemaran bahan kimia yang mereka gunakan di tambang liar itu telah membuat kerusakan besar pada lingkungan.

Sementara itu, Gubernur Zaini Abdullah mengapresiasi kerja Polda Aceh yang kini sedang berupaya menghentikan aktivitas tambang emas ilegal di Aceh, dimulai dari Gampong Bangkeh, Geumpang, Pidie. Ditandai dengan disitanya peralatan tambang emas ilegal dan emas serta perak hasil olahan dari rumah Haji ABS, Rabu (27/8) malam lalu.

Selain itu, Gubernur Zaini menyerukan kepada para penambang liar segera menghentikan kegiatannya, buang jauh-jauh ego pribadi dan kelompok, sebab masih banyak cara lain mencari rezeki yang halal di Aceh, tanpa harus memudharatkan orang lain dan lingkungan hidup.

Ia juga mengimbau masyarakat Aceh membantu setiap langkah yang dilakukan Kapolda Aceh dalam menangani kejahatan lingkungan di seluruh Aceh. “Saya sangat mendukung langkah Kapolda untuk memproses secara hukum para penambang liar dan pengedar merkuri ilegal ke Aceh, agar generasi Aceh tidak menjadi korban penggunaan bahan berbahaya dan beracun tersebut,” kata dr Zaini Abdullah kepada Serambi melalui telepon kemarin.

“Ini penting untuk keselamatan rakyat Aceh sendiri, juga penting untuk menjaga sumber daya alam Aceh sebagai warisan untuk generasi Aceh selanjutnya,” Zaini menambahkan.(Herianto)