Jangan Pelihara Koruptor Jika Ingin Bebas Korupsi
26 December 2013 - 17:54 WIB
Gubernur Zaini Abdullah dengan besar hati mengakui belum bisa membersihkan praktik korupsi di daerah ini. Namun, ia mengingatkan pejabat-pejabat di Aceh jangan sampai membiarkan kondisi buruk ini terus berlanjut. “Saya menegaskan jangan sampai dana rakyat dan negara terus kita gerogoti.”
Peringatan itu disampaikan Zaini dalam kesempatan yang sangat tepat. Yakni, ketika ia membuka Rakor Bupati/Wali Kota dengan Gubernur serta instansi vertikal dan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN Aceh 2014.
Gubernur memang harus mewanti-wanti itu secara keras, mengingat dana yang “beredar” di Aceh dari DIPA 2014 saja mencapai sekitar Rp 40 triliun, yang bersumber dari APBN dan APBA. Dari jumlah itu, sebagian besar tersedot untuk ‘ongkos’ seperti gaji TNI, Polri, jaksa, hakim, guru agama, PNS, PTN, dan operasional kantor. Sedangkan yang bisa dimanfaatkan untuk publik (berupa pembangunan) hanya sekitar Rp 13 triliun atau 32,5 persen.
Kepala Bappeda Aceh, Prof Dr Abubakar Karim MSc mengatakan, belanja Aceh 2014 yang bersumber dari APBN 2014 sebesar Rp 35,216 triliun atau bertambah Rp 1,8 triliun dari APBN Aceh 2013 sebesar Rp 33,4 triliun. Namun, kenaikan itu bukan untuk belanja publik melainkan lebih banyak untuk belanja aparatur dan operasional kantor, akibat bertambahnya jumlah pegawai negeri dan meningkatnya biaya operasional.
Dengan dana lebih dari Rp 40 triliun itu, sangat pantas bila Gubernur Zaini Abdullah mencemasi realisasinya nanti. Bersamaan dengan itu pula, ia mengeluarkan beberapa “instruksi” kepada para bupati/wali kota dan jajaran SKPA.
Di antaranya adalah, bupati/wali kota mengawasi secara ketat penggunaan dana APBN di wilayah masing-masing serta melaporkan kepadanya melalui Sekretariat Daerah. “Ini penting, karena titik sentra otonomi khusus Aceh berada di provinsi.”
Kemudian, Pemerintah Kabupaten/Kota supaya mendukung pelaksanaan amanah UUPA terkait dengan kewenangan Aceh dalam pengelolaan sumber daya alam, minyak dan gas bumi, serta kewenangan dalam bidang pertanahan. Aturan soal kewenangan itu, kini sedang digodok Tim Bersama di Jakarta.
Lalu, demi terciptanya komunikasi yang baik antara pihak Jakarta dengan gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah, seluruh Kepala SKPA dan para bupati/walikota tidak berurusan langsung sendiri-sendiri ke Jakarta, melainkan harus berkomunikasi lebih dulu dengan gubernur.
Kembali ke soal korupsi yang masih menggerogoti angaran negara dan rakyat di daerah ini, kita melihat, selain karena penegakan hukum yang tidak proaktif, sikap para pimpinan pemerintahan daerah juga terkadang tidak terbuka. Seperti sering dikatakan para aktivis LSM antikorupsi bahwa merajalelanya korupsi di daerah ini karena terduga pelaku korupsi sering mendapat “perlindungan”. Kalangan LSM dalam banyak aksinya kan sering berteriak, “Jangan pelihara koruptor jika ingin bebas korupsi.”
Jika ada yang membantah bahwa koruptor di daerah ini mendapat “perlindungan” lalu kenapa begitu banyak kasus-kasus dugaan korupsi yang jarang sekali diproses hingga ke meja hijau. Kondisi inilah yang antara lain membuat aksi korupsi di daerah sulit dibersihkan. Nah?
————————————————————-
Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.
Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666
Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :