Dewan PA Desak Bintang Bulan Berkibar
2 March 2016 - 15:49 WIB
SERAMBIFM.COM, BANDA ACEH – Rapat evaluasi implementasi UUPA tentang pelaksanaan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang yang dilaksanakan di ruang sidang utama Gedung DPRA, Selasa (1/3), sempat tegang dan panas.
Para peserta rapat yang merupakan anggota Fraksi PA DPRK se-Aceh mendesak agar Pemerintah Aceh segera melaksanakan Qanun tentang Bendera dan Lambang. Mereka menuding DPRA belum melaksanakan fungsi pengawasannya secara maksimal dalam pelaksanaan qanun yang telah disahkan dua tahun lalu itu.
Tudingan itu antara lain disampaikan Samsuardi alias Juragan, Yusri, Juned, M Kasim dan lainnya. Mereka, meminta Ketua DPRA dan Fraksi PA di DPRA untuk lebih maksimal lagi mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh agar melaksanakan Qanun Bendera dan Lambang Aceh.
Mereka juga meminta DPRA untuk bersikap lebih tegas dan terukur dalam melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap pelaksanaan MoU dan UUPA, terutama mengenai pelaksanaan qanun yang telah disahkan. “Untuk apa kita sahkan qanun, tapi setelah disahkan tidak dijalankan oleh pihak eksekutif. Sementara Pemerintah Pusat belum membatalkan qanun tersebut,” pungkassalah seorang anggota DPRK.
Ketua DPRA, Tgk Muharuddin, tidak ikut terpancing dengan emosi para peserta. Ia tetap tenang memimpin rapat, dan terkait pertanyaan para peserta, Muharuddin mempersilakan Tim Pansus Percepatan Pelaksanaan Qanun Bendera dan Lambang Aceh untuk memberi penjelasan.
Penjelasan disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRA, Abdullah Saleh, dan Ketua Fraksi PA DPRA, Kautsar. Mereka menyampaikan bahwa Qanun Nomor 3 Tahun 2016 memang sudah disahkan DPRA pada akhir tahun 2013 lalu, tapi sampai sekarang Pusat belum merestui bendera Bintang Bulan dan lambang Buraq Singa itu digunakan.
“Alasan pusat sederhana sekali, karena bendera dan lambangnya mirip dengan bendera dan lambang GAM dan harus ada perubahan,” kata Abdullah Saleh.
DPRA dan Pemerintah Aceh telah melakukan berbagai upaya dengan melakukan pertemuan dengan tim Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
Pertemuan telah dilakukan puluhan kali selama dua tahun. Coolling down juga sudah dilakukan sampai delapan kali, tapi Pemerintah Pusat tetap saja pada pendiriannya. “Pusat belum mau menerima bendera Bintang Bulan dan lambang Buraq Singa. Inilah yang menjadi penghalang bagi pihak eksekutif untuk melaksanakan qanun Nomor 3 tahun 2013 tersebut,” jelas Abdullah Saleh.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Banleg DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky. Ia menyarankan seluruhkomponen yang ada di parlemen agar menyatukan persepsi terkait bendera dan lambang Aceh.
“Jika memang kita sudah sepakat dan siap dengan segala konsekwensi meski harus mendekam di balik jeruji besi, maka sebelum ayam berkokok pada tahun 2016, bendera Bintang Bulan harus berkibar di seluruh Aceh,” tegas Iskandar.
Penjelasan tersebut tetap tidak bisa diterima oleh Fraksi PA DPRK se-Aceh. Mereka tetap bersikeras meminta agar Qanun Bendera dan Lambang agar secepatnya dieksekusi oleh Gubernur Aceh. Bahkan, beberapa peserta meminta DPRA segera mengibarkan bendera Bintang Bulan di tiang bendera DPRA.
Mereka langsung mengambil sebuah bendera dari tas seorang wanita dan menyerahkan kepada Ketua DPRA, Tgk Muharuddin. Sejurus kemudian bendera Bintang Bulan dalam ukuran besar tersebut dibentangkan bersama-sama di hadapan seluruh peserta.
Rapat berakhir dengan penandatanganan rekomendasi, yang salah satu poin pentingnya adalah meminta Pemerintah Pusat untuk mengimplentasikan MoU Helsinki dan UUPA secara konsisten dan menyeluruh, serta meminta Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan Qanun Bendera dan Lambang paling lambat 30 April 2016. Apabila tidak, maka Fraksi PA se-Aceh mengancam akan menolak pelaksanaan Pilkada di Aceh.
Rapat kemarin juga mendapat pengamanan ketat dari aparat kepolisian. Puluhan polisi bersenjata laras panjang tampak berjaga-jaga mengawasi jalannya sidang.(her)