Podcast » Cakrawala

Harusnya, tak Orang Yang Jadi Pengemis

9 September 2015 - 17:30 WIB

Petugas Satpol PP bersama Dinas Sosial Tenaga Kerja (Dinsosnakre) Kota Banda Aceh, menjaring 16 pengemis di sejumlah ruas jalan dan warung kopi di ibu kota provinsi ini. Dari jumlah itu, 11 di antaranya penyandang disabilitas yang tergabung dalam Persatuan Tuna Netra Ahli Pijat Indonesia (Pertapi) Aceh.

Pejabat dan Satpol PP mengaku sering menerima keluhan masyarakat tentang aktivitas pengemis di persimpangan lampu merah, warung kopi, rumah makan, dan tempat-tempat jajanan lainnya. Kehadiran pengemis ke tempat-tempat itu dirasakan sangat mengganggu kenyamanan orang lain.

erhadap ke-16 pengemis yang terjaring penertiban itu diizinkan pulang setelah dimintai keterangan dan pembinaan serta membuat pernyataan takkan mengemis lagi. Bahkan, 11 anggota Pertapi ada jaminan dari ketuanya bahwa mereka tidak akan menjadi pengemis lagi.

Ketua Pertapi Aceh, M Nur, mengatakan, anggotanya yang terjaring itu sebetulnya memiliki keahlian memijat. Tapi, selama ini mereka sepi pelanggan. Sehingga usaha pijat tradisional mereka harus gulung tikar. Sepinya pelanggan panti pijat tradisional antara lain karena orang-orang sudah banyak beralih ke usaha pijat moderen, seperti pijat refleksi dan lain-lain.

Karena itu, M Nur mengharapkan agar Pemerintah Aceh dapat memberi perhatian untuk kelompok Pertapi yang jumlahnya di seluruh Aceh mencapai 2.700 orang. “Kalau pemerintah ada niat membantu, kami yakin semua ada cara. Tapi, pemerintah punya niat tidak?”

Ya, sesungguhnya menjadi pengemis bukanlah pilihan, apalagi cita-cita. Dari penelitian dan pengamatan bertahun-tahun di banyak kota, ditemukan tiga hal utama penyebab orang menjadi pengemis. Pertama, faktor kemiskinan, kedua kebodohan, dan ketiga eskploitasi atau sekarang lebih keren disebut sebagai perdagangan manusia alias human trafficking.

Dasar awal muncul ide orang mengemis memang karena faktor itu. Tapi, kini pemerintah menemukan kenyataan lain. Yakni, pengemis-pengemis itu ada di ruang-ruang publik bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, tapi untuk memenuhi keinginannya.

Bayangkan saja, mereka mengemis dari pagi hingga malam. Tidak berjalan kaki, tapi mereka ke lokasi-lokasi mengemis itu naik becak mesin. Artinya mereka punya kemampuan untuk membayar becak yang mencapai puluhan ribu rupiah perhari. Inilah yang dimaksud mengemis untuk mencapai keinginan, bukan untuk kebutuhan dasar.

Dan, usaha memberantas pengemis memang sudah dilakukan pemerintah melalui banyak hal. Antara lain di Kota Banda Aceh sudah ada Qanun yang melarang bagi siapapun di kota ini memberi uang bagi pengemis. Akan tetapi, Qanun ini tidak terpublikasikan secara baik setiap saat. Misalanya, di simpang-simpang jalan jarang kita temukan adanya pemberitahuan larangan memberi duit kepada pengemis. Padahal, pemberitahuan itu sangat penting, utamanya bagi orang-orang yang bukan warga Kota Banda Aceh. Nah?!

—————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 858 777