Podcast » Cakrawala

Investasi di Aceh Jangan Sampai Keberatan Ongkos

4 June 2015 - 18:52 WIB

Rencana mengeksploitasi panas bumi (geothermal) Seulawah Agam untuk menghasilkan listrik, sampai kemarin belum ada kejelasan, meskipun proses negosiasinya sudah dimulai sejak enam tahun lalu. Jerman sebagai pemberi hibah disebut-sebut ‘frustrasi’ dan berpeluang menarik diri membiayai sebagian dana untuk proyek energi terbarukan itu. Benarkah adanya ketentuan-ketentuan “plus” dari Pemerintah Aceh menjadi sebagai penyebab macetnya rencana proyek itu?

Padahal, tender untuk proyek ini sudah jauh-jauh hari dilakukan atas bantuan KFW. Dan, Gubernur sudah mengeluarkan surat penetapan pemenang tender pada 1 November 2013, yakni Pertamina.

Awalnya, Cevron, salah satu perusahaan energi terkemuka dunia, juga hendak mengikuti tender proyek tersebut. Namun, ia mundur antara lain lantaran ada syarat bahwa siapa pun pemenang harus bekerja sama dengan BUMD Aceh—dalam hal ini PDPA—untuk mengeksploitasi panas bumi tersebut. PDPA dilibatkan karena Pemerintah Aceh mengajukan skema bagi hasil dengan Pertamina dalam pengelolaan proyek tersebut kelak.

Penglibatan PDPA inilah yang kelihatannya memberatkan calon investor, termasuk Pertamina, mungkin. Sebab, dengan berbagai persoalan internalnya, PDPA bermodal apa untuk bermitra dengan Pertamina?

PDPA dibentuk dengan Qanun Nomor 4 Tahun 1994, perusahaan ini sejatinya dibuat untuk mencari keuntungan. Entah sudah berapa puluh miliar rupiah APBA/APBD yang dikucurkan. Yang jelas, sepanjang hidupnya PDPA terus merugi. Utang PDPA per Desember 2013 mencapai Rp 7,58 miliar. Tidak jelas aktivitas apa yang dilakukan perusahaan daerah ini hingga merugi sebanyak itu.

“Kalau negosiasi antara Pemerintah Aceh dan pihak-pihak lainnya tidak kunjung mencapai kesepakatan, saya khawatir KFW Jerman bisa menarik diri dari proyek ini. Bisa saja dialihkan ke provinsi lain yang lebih siap,” kata Prof Dr Rinaldi Idroes.

Guru besar kimia dari FMIPA Unsyiah ini adalah salah satu Konsultan Pemerintah Jerman yang membantu KFW di Aceh dalam merealisasikan proyek panas bumi ini. Selain itu, kata alumnus Jerman ini, imej Aceh juga bisa jelek di mata internasional kalau proyek geothermal ini berhenti di tengah jalan.

Pengalaman gagal investasi di Aceh memang bukan cerita baru. Juga bukan langka tentang banyaknya pemilik modal yang akhirnya angkat kaki dari Aceh. Padahal, siapapun tahu bahwa masuknya perusahaan luar dalam kegiatan investasi di daerah ini dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah maupun pihak swasta daerah ini. Ketidakmampuan lokal biasanya terkait dengan modal, teknologi, dan manajemen.

Bagi calon investor yang memang berorientasi pada keuntungan, akan sangat melihat banyak hal sebelum menggelontorkan modalnya. Keamanan, regulasi atau ketentuan-ketentuan di tingkat lokal, serta potensi tantangan, termasuk sikap masyarakat, akan menjadi pertimbangan serius para pemilik modal.

Makanya, daerah-daerah seperti Kalimantan yang berhasil menggaet banyak investasi luar, itu karena mereka memperlakukan penanam modal secara ramah termasuk dengan memberi banyak kemudahan. Jadi, bukan malah memberatkan mereka yang akhirnya menjadikan investasi itu tidak layak. Nah?!

—————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 858 777