Podcast » Cakrawala

Mimpi Buruk Sepakbola Tanah Air

8 May 2015 - 21:00 WIB

Pulang kampung dan keluar masuk kampung lagi! Itulah lakon pahit yang dijalani para pemain Aceh yang jam terbangnya telah malang melintang di kancah sepakbola nasional.

Adalah keputusan penghentian kompetisi Liga Indonesia musim 2015 oleh Exco PSSI pada 2 Mei lalu, yang menjadi denting kematian dunia sepakbola Indonesia, yang seharusnya kini mulai menapak status sebagai sebuah kancah industri. Kisruh yang bermuasal dari kebijakan Menpora Imam Nahrawi yang membekukan PSSI ini telah melahirkan mimpi buruk di dunia sepakbola Tanah Air.

Lembaga sepakbola tertinggi dunia, FIFA (Federation International Football Association) ikut turun tangan atas kisruh sepakbola Indonesia, menilai pembekuan itu sebagai bentuk intervensi negara atas olahraga. Dalam surat tertanggal 4 Mei 2015 tersebut, FIFA dengan tegas memberikan batas waktu kepada PSSI untuk segera menyelesaikan konfliknya dengan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Jika tidak, maka sanksi akan dijatuhkan induk organisasi sepakbola dunia tersebut. “Semua tindakan yang diambil Menpora atau KONI telah menempatkan PSSI melanggar pasal 13 dan 17 statuta FIFA. Jika tidak ditarik hingga 29 Mei 2015, maka kami tidak ada pilihan lain selain mengajukan hal ini kepada badan FIFA yang berwenang agar diberikan sanksi,” demikian bunyi surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Valcke.

Secara nasional kisruh itu akan berbuntut kepada dieliminasinya Indonesia dari pentas sepakbola dunia. Mulai dari turnamen regional, internasional hingga pertandingan persahabatan antarnegara sekalipun.

Tak salah jika anggota DPR RI dari Komisi III M Nasir Jamil mengatakan, Indonesia kini darurat sepakbola. Satu hal yang sama ketika negeri ini diklaim dalam kondisi darurat hukum serta darurat narkoba.

Mau darurat atau tidak, kisruh sepakbola itu telah melahirkan ribuan bahkan ratusan ribu penganggur baru. Orang orang muda produktif yang selama ini menggantungkan hidup sebagai pesepakbola profesional hingga kelompok supporting, dan bahkan pedagang asongan kehilangan mata air kehidupan.

Sebanyak 20 tim level liga nusantra yang seharusnya main tgl 4 Mei, tak jadi main. Belum lagi altar paling bergengsi Indonesian Super Leagu (Liga Super Indonesia-LSI) yang juga telah bubar, serta seluruh turnamen di bawah bendera PSSI.

Banyak klub yang kini telah mengistirahatkan pemain, walau tak diputus kontrak. Namun tak kurang pula klub yang bubar jalan seperti PSBL Langsa, Persiraja yang telah lama istirahat latihan. Kemanakah Syahrizal di Mitra Kukar, Defri Rizki di Barito Putra Banjarmasin, Fitra Ridwan, Ikhwani Hasanuddin dan Farizal Dillah Persegres Gresik. Fahkrul Razi dan Rahmanuddin di Semen Padang, Sandi Gunawan di Bali United, Zulfiandi Cole di The Green Force Persebaya, dan tentu saja bintang muda Syakir Sulaiman di Sriwijaya FC?

Para pemain Aceh di pentas elit sepakbola itu, kini sebagian besar pulang kampung. Untuk menyambung hidup mereka akhirnya ‘menjual jasa’ dengan tampil di sepakbola tarikan kampung (tarkam). Hal yang sama tentunya dengan para pemain lokal lainnya. Kita hanya berharap agar tragedi sepakbola itu tidak memicu keresahan dan bahkan potensi kriminal baru di negeri ini. Catat! Jika gelap mata, semua bisa saja dilakukan!

—————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 858 777