Podcast » Cakrawala

Eksploitasi Tambang Masih Tanpa Koordinasi

6 May 2015 - 21:02 WIB

Moratorium Izin Usaha Pertambangan (IPU) Mineral Logam dan Batubara yang dikeluarkan Gubernur Zaini Abdullah sejak Oktober 2014, ternyata hingga April 2015 belum berjalan sepenuhnya. Padahal, jajaran SKPA dan bupati/wali kota di Aceh secara otomatis harus mengamankan kebijakan itu.

Hasil liputan serius ke berbagai sumber dan lapangan yang dilakukan tim wartawan harian ini mengungkapkan, di kabupaten/kota tercatat 48 IUP mineral logam dan batu bara yang telah berakhir masa berlaku namun belum dicabut izinnya oleh bupati/wali kota. Ini menjadi indikator betapa kebijakan moratorium pertambangan itu memang tidak mendapat sambutan serius di bawahnya.

Selain itu, didapati juga fakta-fakta bahwa kebijakan moratorium atau jeda tersebut juga belum mampu menyentuh penambang emas tradisional yang menggunakan merkuri perusak lingkungan. Kasihan kebijakan yang maksudnya baik dan penting. “Tujuan moratorium atau jeda adalah untuk penyempurnaan tata kelola usaha pertambangan secara strategis, terpadu, dan terkoordinasi,” begitu penegasan Gubernur Zaini Abdullah, waktu itu.

Ada dua hal yang menunjul dari laporan yang dilansir harian ini mulai kemarin. Pertama, ada indikasi ketidakkompakan aparat pemerintah di daerah ini dalam menjalankan kebijakan gubernur itu. Kedua, para pengusaha atau orang-orang yang terlibat dalam aktiovitas pertambangan di Aceh juga banyak yang membandel.

Jika yang membandel itu adalah para penambang tradisional, semisal penambang emas di Guniong Ujeuen, Geumpang, dan penambang batu giok di berbagai lokasi, itu buka kita maklumi. Namun, yang menjadi ironi, perusahaan-perusahaan besar bidang pertambangan juga nakal.

Menurut data hasil supervisi KPK yang dilansir GeRAK Aceh, perusahaan-perusahaan tambang dan mineral batu bara di Aceh menunggak pajak hingga Rp 51,6 miliar. Kecuali itu, seratusan lebih perusahaan juga tidak punya jaminan reklamasi pascatambang. Padahal, sesuai undang-undang, jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang izin usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kerusakan pascatambang.

Dan, kita sangat sepensdapat dengan kalangan aktivis LSM bahwa tidak berhjalannnya kebijakan moratorium tambang itu lebih disebabkan oleh sikap pejabat-pejabat di dinas yang kurang peduli. Banyak SKPA yang belum menjalankan tugas sebagaimana seharusnya. Begitu juga dengan bupati/wali kota.

Hal yang paling menakutkan akibat tak berjalannya kebijakan itu, adalah laju kerusakan lingkungan yang sangat cepat meluas oleh racun merkuri di lokasi-lokasi penambangan emas. Kalangan aktivis lingkungan hidup melaporkan, Logam berat yang sangat berbahaya itu dibuang begitu saja. Jika hujan turun, apalagi terjadi banjir, maka otomatis limbah beracun itu akan memasuki ekosistem air dan mencemari sungai dan sumur-sumur warga.

Kita ingin menmgatakan, alasan kewenangan, administratif, dan lain-lain tak boleh menjadi halangan bagi penghenatian pengrusakan lingkungan serta pengendalian eksploitasi tambang. Makanya, Gubernur harus cepat menemukan solusi untuk hal ini.

—————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 858 777