Podcast » Cakrawala

APBA Tersandera, Rakyat Merana

22 January 2015 - 18:29 WIB

Hingga berakhirnya batas waktu yang ditetapkan Kemendagri pada 20 Januari 2015, pihak eksekutif dan legislatif belum bisa mengirim dokumen RAPBA 2015 ke Jakarta. Sampai tengah hari kemarin, Gubernur belum memberi jadwal kapan dokumen KUA dan PPAS 2015 bisa diteken bersama pimpinan DPRA.

Entah apa lagi yang mengendalainya. Padahal, antara eksekutif dan legislatif masing-masing sudah ada langkah mundur dalam beberapa mata anggaran yang menjadi penyebab “deadlock”-nya pembahasan anggaran.

Di antara sikap kompromi itu adalah usulan penyertaan ke PT Investa dan PDPA yang awalnya ditolak karena dianggap tak masuk akal, ternyata sudah dirasionalisasikan. Untuk PT Investa dari Rp 125 miliar hanya diusul kembali menjadi Rp 25 miliar. Untuk PDPA dari Rp 25 miliar diusul kembali cuma Rp 5 miliar. Dan, kalangan dewan mengaku sudah menyetujui usulan itu. Tapi, belum juga ada kesepakatan. Ada apa?

Ini jelas sudah menjadi konflik. Masing-masing pihak menyetakan keprihatinan. “Sebagai wakil rakyat, saya sangat terbebani dengan kondisi yang sedang terjadi. Ada politik anggaran saling sandera dalam pemerintahan. Harusnya ada persamaan sikap dan cara pandang untuk Aceh ke depan yang lebih baik sesuai dengan RPJM dan RPJMD Aceh,” tandas Bardan Sahidi.

Dengan apa yang terjadi sekarang, “Kita bukan hanya berhadapan dengan sanksi administrasi tetapi yang lebih berat adalah sanksi moral dari masyarakat. Sanksi moral ini yang paling sakit,” tambah Bardan.

Kepala Bappeda Aceh, Prof Dr Abubakar Karim MS menyinggung persoalan lain yang seolah sebagai bagian dari konflik hingga memacetkan RAPBA 2015. Misalnya, DPRA minta agar eksekutif meningkatkan lagi target PAD 2015 sebesar Rp 300 miliar dari Rp 1,783 triliun menjadi Rp 2,083 triliun. Tapi, Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA) hanya mampu manaikkan paling maksimal Rp 100 miliar. Konsekuensinya, beberapa program yang diajukan dewan harus ada yang dicoret lagi.

Soal pengelolaan dan penyaluran dana aspirasi dewan tampaknya eksekutif belum berkenan dengan cara-cara yang berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Gubernur menginginkan dana aspirasi anggota DPRA hendaknya disalurkan untuk pembiayaan program dan kegiatan yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh. Jangan terlalu banyak untuk dana hibah dan bansos sebagaimana pernah diingatkan Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri. Kegiatan aspirasi yang diusul Dewan juga diharapkan tidak dipecah-pecah kurang dari Rp 200 juta.

Begitulah, eksekutif dan legislatif punya penjelasan masing-masing atas sikapnya. Namun, kita melihat ini bukan soal hitung-hitungan angka secara matematis, tapi soal hitung-hitungan politis yang terjadi antara dewan dan eksekutif juga di internal eksekutif sendiri.

Justru itulah, hitungan matematis dan ekonomis diabaikan, karena tak sejalan dengan hitungan politis. Hitung-hitungan yang menguntungkan orang banyak dikesampingkan karena tidak banyak memberi keuntungan kepada mereka yang berkepentingan secara material dan politis. Nah?!

———————————————————–

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666