Podcast » Cakrawala

Ancaman Mitan Oplosan, Tidak Bisa Distopkah?

20 November 2014 - 20:40 WIB

Ledakan lampu teplok berminyak tanah oplosan (bercampur bensin) yang pernah “meneror” banyak penduduk miskin di Aceh sejak beberapa tahun lalu, pekan ini kembali terulang. Dalam empat hari terakhir, tak kurang tujuh orang di lokasi berbeda menjadi korban akibat peristiwa serupa.

Enam dari tujuh korban itu sampai kemarin masih dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Teungku Peukan (RSUD TP), kawasan Padang Meurantee, Blangpidie, Abdya. Dokter di rumah sakit itu memastikan pasien dimaksud semuanya mengalami kejadian yang sama, yakni terbakar akibat meledaknya lampu teplok saat dinyalakan tatkala listrik padam malam hari. Di Rumah Sakit Teuku Pekan saja, korban terbakar akibat insiden lampu teplok yang pernah dirawat mencapai 20 orang.

Kendati jumlah korban terus bertambah, tapi polisi belum berhasil menangkap pelaku yang diduga dengan sengaja mengoplos mitan tersebut dan menjualnya ke pasar. Korban berjatuhan bukan hanya di Abdya, tapi juga di Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Utara, dan beberapa kabupaten/kota lainnya.

Keluarga dari korban terbakar akibat meledaknya lampu teplok yang diduga berminyak oplosan meminta polisi mengusut kasus itu untuk mengungkap dan menangkap pelakunya. “Soalnya, mitan oplosan tersebut, bukan saja mengakibatkan banyak korban yang luka bakar, tapi bahkan menyebabkan rumah dan harta benda korban ikut ludes dilalap si jago merah. Bila tak segera diusut, maka mitan oplosan ini akan terus memakan korban. Keresahan warga Abdya ini sudah seharusnya dihentikan dengan menemukan siapa pelakunya dan menghukum mereka.”

Sambil menunggu respon polisi terhadap kasus itu, kita berharap pemerintah kabupaten/kota dan Pertamina lebih dulu merespon guna mencegah jatuhnya korban-korban lain. Langkah cepat yang mungkin bisa dilakukan adalah memberitahukan kepada masyarakat tentang tempat-tempat resmi penjualan minyak tanah yang tidak berbahaya. Jika perlu, konsumen minyak tanah diajari cara mendeteksi minyak tanah asli dan yang sudah dioplos.

Sebab, ketika harga bahan bakar ini naik terutama karena kelangkaan akibat ketidaklancaran distribusi, ada pedagang nakal mengoplos minyak dengan biosolar, sehingga mendapat keuntungan yang besar. Hal ini dikarenakan harga minyak tanah tidak lagi disubsidi oleh pemerintah. Harga minyak tanah nonsubsidi di tingkat pengecer mencapai Rp 11 atau 12 ribu per liter. Hampir dua kali lipat harganya dibanding solar dan premium sebelum naik dua hari lalu.

Maka, sebagaimana diharapkan para korban dan keluarganya, polisi perlu melihat kasus-kasus meledaknya kompor dan lampu minyak tanah yang diduga oplosan itu sebagai masalah serius yang harus diusut. Kasus-kasus itu jangan lagi dilihat sebagai kecelakaan biasa. Tapi, harus dilihat bahwa di baliknya ada kejahatan yang mencelakaan banyak orang selama beberapa tahun terakhir.

Bisnis minyak tanah oplosan itu, menurut beberapa kasus yang pernah terungkap di daerah lain, ternyata mendatangkan untung yang menggiurkan. Justru itulah, si pengoplos mabuk laba tanpa memikirkan akibatnya. Selamat mengusut Pak Polisi!

———————————————————–

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666