Podcast » Cakrawala

Tindak Tegas Pencemar Sungai

5 August 2014 - 20:51 WIB

Krueng atau Sungai Teunom di Aceh Jaya kini tak lagi sehat dan aman secara ekologis maupun hidrologis. Ribuan ekor ikan ditemukan mati mengapung di sungai itu, terutama ikan kerling. Bahkan beberapa orang dilaporkan tumbang setelah mengonsumsi ikan langka yang dagingnya lezat itu dari aliran Krueng Teunom.

Tim Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, sebagaimana diberitakan Serambi Indonesia kemarin, menduga ikan yang mati massal itu disebabkan air Krueng Teunom tercemar logam berat. Adalah Kepala DKP Aceh, Dr Raihanah yang menyatakan air sungai itu tercemar logam berat karena gejala klinis dari ikan-ikan yang mati itu mengindikasikan demikian. Cirinya, antara lain, insangnya memerah, matanya memutih, sisiknya mengalami pendarahan. Ciri lainnya yang sangat khas adalah tingkat kematian ikan semakin tinggi pada saat air sungai menyusut. Ini implikasi logis dari adanya zat polutan berupa logam berat di sungai atau di danau dan laut. Tatkala massa airnya berkurang, maka toksifikasi (zat racun) yang ditimbulkan setiap logam berat kian tinggi dan semakin mematikan.

Terus terang, hati kita miris mendengar kabar ini. Terlebih karena bahaya pencemaran sungai oleh logam berat di wilayah Aceh Jaya seperti disengaja dan dibiarkan terjadi. Hampir semua kita tahu bahwa dalam tujuh tahun terakhir seribuan orang terlibat setiap hari dalam aktivitas penambangan emas secara ilegal di Gunong Ujeuen, Aceh Jaya.

Di sentra-sentra pengelohan yang dinamakan gelondongan itulah para pengrajin menggunakan merkuri atau air raksa untuk memisahkan butiran emas dari batu dan tanah. Setelah itu, sisa batuan dan tanah yang bercampur residu air raksa tersebut mereka buang ke tanah. Ketika hujan mengguyur, residu merkuri tersebut pun terdorong ke sungai, ke sawah, tambak, bahkan meresap ke sumur penduduk.

Peristiwa ini terus berulang hari demi hari, bahkan sudah berbilang tahun. Tanpa mereka sadari, praktik yang penuh risiko inilah yang diyakini telah mencemari Krueng Teunom dan akhirnya ikan-ikan di sungai itu pun terkontaminasi zat merkuri sehingga mati massal. Tak heran pula ketika ikan yang tercemar merkuri itu dikonsumsi warga setempat, mereka pun bertumbangan.

Harian Serambi Indonesia empat bulan lalu sengaja menjadikan bisnis ilegal merkuri dan pencemaran merkuri di Aceh Jaya sebagai liputan eksklusif. Serambi mengungkap secara gamblang bagaimana mata rantai merkuri masuk Aceh dari Jakarta melalui jalur ilegal. Tapi kepolisian di Aceh, khususnya Polres Aceh Jaya dan Pidie, bagai tak bersemangat sedikit pun menggulung sindikat penjualan merkuri ilegal untuk penambangan emas ilegal ini. Sekarang, akibat sikap pembiaran dari aparat keamanan itu, dampak yang lebih parah dari pencemaran logam berat di sungai pun, mulai kita rasakan. Ikan tercemar, warga keracunan.

Nah, masihkah aparat keamanan kita berdiam diri lagi? Mestinya para pencemar sungai itu segera ditindak tegas, sebelum dampak yang lebih parah, seperti yang ditimbulkan oleh tragedi Minamata di Jepang dan kasus Buyat di Sulawesi, terulang dalam skala massif di Aceh. Mari mencegah dan bertindak, sebelum semuanya terlambat. Dan keberanian itu sedianya muncul dari dulu.

—————————————————————-

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666