Bunuh Diri jangan Dijadikan Tren
25 August 2014 - 22:00 WIB
Harian Serambi edisi Minggu (24/8) kemarin memberitakan kabar duka tentang Fadliansyah (25), seorang calon dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala yang ditemukan tewas tergantung di rumah kontrakannya di Jalan Teuku Bintang Nomor 36, Gampong Panteriek, Kecamatan Luengbata, Banda Aceh, Jumat (22/8) sore.
Pria asal Kutacane, Agara ini diduga bunuh diri dengan menjerat lehernya dan menenggak cairan pembersih lantai. Dari surat bertulis tangan yang ia tinggalkan teridentifikasi bahwa ayah satu anak ini dibelit masalah keluarga dan utang. Fadliansyah menyebut dirinya anak yang hanya menyusahkan dan tak bisa menjadi seperti orang yang cita-citakan ayah ibunya. Di akhir surat itu ia minta ayahnya melunasi utangnya sebanyak Rp 9.800.000 pada tiga orang. Sedangkan kepada sang istri ia mohon untuk membesarkan anak mereka, Fadlan, dengan penuh kasih sayang.
Sehari sebelumnya, dari Medan dilaporkan, perwira TNI bernama Lettu Simon Siagian (35), juga ditemukan tewas gantung diri di rumah kosnya, akibat persoalan rumah tangga dan pekerjaan. Sebelumnya lagi, tanggal 22 Maret 2014, Iswandi Usman, warga Mutiara, Pidie, tewas gantung diri di pintu kamar rumahnya. Ia nekat bunuh diri juga dipicu oleh masalah keluarga.
Data orang-orang yang mati bunuh diri ini tentunya akan lebih panjang lagi jika kita urut hingga ke awal 2014 atau bahkan tahun lalu. Tapi sekadar sampel, cukuplah tiga peristiwa ini menjadi contoh bahwaa sesungguhnya ada saja orang yang nekat mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya dengan asumsi begitu ia meninggal, maka persoalan pun selesai. Padahal, ada banyak masalah yang kemudian timbul akibat sikapnya yang tidak kesatria dan tak berani mengemban tanggung jawab untuk menyelesaikan setiap persoalan sebagaimana mestinya.
Dalam kasus kematian calon dokter di atas, misalnya, kematiannya ternyata masih menyisakan banyak masalah pada orang-orang yang ia tinggalkan. Ayahnya harus menanggung seluruh utangnya, sedangkan istrinya terpaksa membesarkan buah hati mereka sebatang kara, malah tanpa warisan apa pun dari suaminya.
Dengan demikian, langkah bunuh diri yang dilakukan baik oleh perwira TNI di Medan, pemuda desa di Pidie, maupun calon dokter yang bermukim di Banda Aceh tersebut bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah, melainkan hanya sekadar lari dari masalah dengan melepas tanggung jawab dan mengalihkan bebannya kepada orang lain. Ini sungguh bukan sikap terpuji. Lebih dari itu, Islam pun sudah mengajarkan bahwa tak akan masuk surga orang yang bunuh diri. Allah mengharamkan baginya surga. Orang yang memilih bunuh diri sebagai jalan pintas untuk lari dari beban hidup, adalah pribadi yang rapuh mentalnya, lemah imannya, dan sudah susah di dunia, di akhirat pun ditunggu neraka.
Maka, siapa pun kita, dan sebesar apa pun beban yang menindih, jangan pernah berpikir untuk bunuh diri, apalagi menjadikan bunuh diri sebagai tren. Untuk itu, diperlukan peran orang tua dan pemuka-pemuka agama untuk terus-menerus memompakan kesadaran religius kepada generasi muda bahwa sepanjang hayat masih dikandung badan, persoalan hidup tetap ada, dan bunuh diri.
————————————————————-
Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.
Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666