Podcast » Talkshow

LIBAS (Lepas Inspirasi Bisnis Ala Suparno)”Peunayong Chinatown”

16 April 2014 - 17:56 WIB

KEBERADAAN pusat-pusat perkembangan etnis Tionghoa di berbagai belahan dunia menjadi ladang produktifitas pendapatan negara. Bila berkunjung ke Australia, mungkin kita dapat menyempatkan diri ke Komplek Sidney Chinatown. Di sini, para turis mancanegara dipaksa menghabiskan uangnya untuk mendapatkan layanan super mewah baik dari segi hiburan, makanan, maupun buah tangan dengan embel-embel identitas Tionghoa.

Bila masyarakat Aceh sedang berada di Amerika, singgahlah ke San Francisco. Kota ini memiliki lokasi Chinatown yang istimewa. Bahkan di daerah ini dikenal sebagai lokasi dengan populasi etnis Tionghoa terbesar di luar Asia. San Francisco’s Chinatown direkonstruksi dengan arsitektur budaya China. Saking spesialnya, sederetan film-film Hollywood acap kali menempatkan San Fransico’s Chinatown sebagai lokasi shooting.

Tidak hanya di Amerika dan Australia, pengembangan Chinatown menyebar di berbagai negara. Ada pula di Prancis dengan Parischinatown, Jepang dengan Yokohamachinatown, dan banyak lokasi berindentitas Tionghoa lainnya.

Sebagai salah satu lintasan transportasi internasional, sejak abad ke-15, Aceh sudah menjadi kota persinggahan pedagang-pedagang China. Adalah Peunayong dikenal sebagai Kota Pecinan di Aceh. Kota dengan penduduk etnis Tionghoa terbesar di Aceh. Hanya saja, Peunayong tak terurus dengan baik. Kebersihannya jauh sekali dari ukuran sehat. Infrastrukturnya tak sedikitpun menunjukkan identitas Tionghoa. Peunayong belum siap dijual. Peunanyong belum bisa dijadikan lahan untuk mendongkrak pendapatan masyarakat. Setidaknya hingga April 2014 ini.

Untuk menjawab pesimisme tersebut, diperlukan langkah strategis jangka panjang menyulap Peunayong menjadi Aceh Chinatown. Konsep Chinatown Aceh di Peunayong tak harus menjiplak Chinatown di kota-kota besar di dunia dengan menjual hiburan birahi. Chinatown Aceh harus menjual sesuatu yang tidak biasa. Yang pertama, penting dilakukan pembersihan secara massif. Peunayong harus menjadi patron kota terbersih, minimal di Aceh.

Untuk memulai pembersihan, aliran sungai Krueng Aceh harus dibersihkan dari sampah yang masih menumpuk di beberapa aliran sungai, khususnya di area pasar ikan. Pemerintah perlu menyediakan tempat pembuangan sampah organik dan non-organik secara terstruktur di sepanjang ruas jalan Peunayong.

Di lain hal, Pemerintah Kota Banda Aceh juga harus membangun taman-taman kota beridentitas Tioanghoa dengan sarana Toilet umum yang memadai untuk memudahkan para pendatang.

Warga Tionghoa bersama Pemerintah Kota Banda Aceh perlu menyusun konsep layanan publik yang standar baik dari segi penyediaan kuliner, wahana hiburan, dan pusat-pusat perbelanjaan yang representatif untuk menarik minat pecinta wisata. Dan yang paling penting, Pemerintah Kota Banda Ache perlu memodifikasi rumah-rumah toko dengan arsitektur khas Etnis Tionghoa yang penuh dengan berbagai warna.

Reformasi wajah Peunayong menjadi Aceh Chinatown akan memantik produktifitas ekonomi warga Banda Aceh lainnya yang sebagian besar hidup di sektor jasa dan perdagangan. Kunjungan turis mancanegara akhirnya tidak saja bertumpu pada Peunayong yang diharapkan benar-benar dapat disulap menjadi Aceh Chinatown. Para turis yang haus akan sarana hiburan memerlukan alternatif jasa hiburan lainnya di daerah-daerah terdekat.

Nah, siapkah kita mewujudkan Aceh Chinatown?

————————————————————–

Syedara lon, program “LIBAS” Radio SerambiFM, bisa Anda dengarkan setiap Hari Senin pada pukul 11.00 Wib.

Program ini mengupas bagaimana Metode Bisnis dan juga mengemas suatu Hal agar menjadi pebisnis sukses dengan berbagai motivasi terbaik dari “LIBAS” Bersama Bapak Suparno. Anda juga kami undang berpartisipasi di line telpon :0651-637172 dan 0811689020