Podcast » Cakrawala

Situasi Begini Akan “Menangkan” Golput

25 March 2014 - 21:00 WIB

Pendiri Partai Nasional Aceh (PNA), Irwandi Yusuf, meminta polisi menghentikan tindak kejahatan yang dikomandoi pihak-pihak tertentu untuk menyerang PNA. “Saya sendiri masuk target dibunuh,” ungkap mantan gubernur Aceh tersebut.

Irwandi mengatakan, terhadap ancaman bunuh yang diterimanya, sudah ia laporkan ke polisi. Dia berharap polisi bisa melacak dengan memanfaatkan teknologi informasi (IT). Sebab, perintah (komando) yang dilakukan tersebut tak lagi dengan cara-cara konvensional, misalnya surat, akan tetapi melalui media teknologi komunikasi. “Saya yakin Polda Aceh mampu melacaknya karena polisi memiliki peralatan canggih untuk tugas-tugas seperti itu,” katanya.

Teror dan intimidasi juga diterima bukan hanya oleh para petinggi PNA, tapi juga simpastisannya. Kerena itu, salah satu cara menghindarinya adalah PNA mengubah kampanye terbukanya dengan melaksanakan konvoi. “Kalau kita melaksanakan kampanye terbuka di lapangan, dikhawatirkan akan terjadi intimidasi terhadap masyarakat saat pulang kampanye, sehingga mereka takut dan tak berani datang,” kata seorang pengurus PNA di Aceh Besar.

Ya, teror menjelang pemilu legislatif 9 April 2014 tampaknya masih saja terjadi. Ada pembakaran, pelemparan, dan pengrusakan terhadap harta benda milik para caleg di beberapa daerah. Di Lhokseumawe saja, polisi sudah mengamankan 50-an orang yang diduga terlibat serangkaian insiden. Enam di antaranya malah memiliki senjata api (senpi) dan senjata tajam (sajam). Pengamanan 50-an orang dari berbagai lokasi sebagai upaya mengendalikan situasi terhadap serangkaian insiden di Aceh Utara maupun Lhokseumawe, baik yang menimpa kader PNA maupun Pasrtai Aceh (PA).

Apa yang sudah dan sedang terjadi terkait pelaksanaan kampanye pemilu legfilastif ini di Aceh, adalah preseden buruk bagi tarciptanya pemilu atau proses demokrasi berkualitas. Sebab, di antara ukuran bermutunya pesta demokrasi adalah besar kecilnya pastisipasi masyuarakat serta bagaimana suasana hati masyarakat saat memilih. Merasa nyaman dan amankah saat mereka akan datang ke TPS untuk memilih?

Salah satu jawaban untuk pertanyaan itu, akhir pekan lalu sudah dijawab kaum perempuan dalam satu diskusi publik di Banda Aceh. Rentetan kasus kekerasan dan teror akan menyebabkan pemilih, khususnya perempuan takut datang ke TPS untuk memberikan suara. Tanpa kasus-kasus kekerasan terkait pemilu itu, sesungguhnya partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi memang rendah. Ditambah dengan peristiwa-peristiwa menakutkan seperti pembunuhan caleg, maka dapat dipastikan masyarakat yang tak mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu akan lebih banyak dibanding pemilu lalu. Apalagi, kampanye penyadaran hak politik masyarakat juga tidak berjalan baik.

Selain alasan terkait ketidaknyamanan memilih, masyarakat juga sudah bosan pada caleg-caleg muka lama yang tak komit pada janjinya. Selain itu, banyak caleg yang tak punya program dan hanya kejar kekuasaan.

Seorang sosiolog terkemuka di Aceh pernah mengatakan, persoalan warga menjadi golput tak sepenuhnya karena alasan sikap politik. Ketidakberesan proses pendataan pemilih juga menyumbang sebab. Nah, demi menekan angka golput sekaligus menjadikan pemilu lebih bermutu, maka selain tugas polisi mengamankan situasi, KIP juga harus kerja menyosialisasikan perlunya warga menggunakan hak pilih. Ini penting, sebab jurkam-jurkam sekarang tak pedulikan penyadaran penggunaan hak politik masyarakat. Mereka sibuk umbar janji yang akan mereka ingkari! Dan, jika golput “menang” apa jadinya?

—————————————————————–

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666