Podcast » Cakrawala

Penunggak TKI tak Takut Ancaman

13 March 2014 - 22:26 WIB

Beberapa bupati dan walikota di Aceh telah memberikan surat kuasa khusus (SKK) kepada pihak kejaksaan untuk menagih dana Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) yang pernah diterima anggota DPRA/DPRK se-Aceh (2004-2009) dan belum dikembalikan hingga kini. Selain itu, anggota dewan periode tersebut yang belum mengembalikan dana dimaksud harus bersiap-siap digugat ke pengadilan.

“Jaksa yang sudah menerima SKK dari bupati/wali kota ini mengundang semua penunggak TKI, yaitu anggota dewan periode 2004-2009, baik yang hingga kini masih aktif atau tidak, guna menagih dana ini ke mereka. Jaksa selaku pengacara negara bisa menempuh upaya nonlitigasi di luar sidang, misalnya bermediasi untuk menagih ini. Jika tak dikembalikan juga, maka yang bersangkutan bisa digugat ke pengadilan untuk proses hukum (litigasi),” kata Kajati Aceh, Tarmizi Amin SH MH.

Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga akhir Oktober 2013, total dana TKI yang masih menunggak pada anggota DPRA dan DPRK se-Aceh periode itu Rp 28,7 miliar. Kajati Aceh mengatakan ada sebagian kecil yang telah mengembalikan atas kesadaran sendiri serta sebagian lainnya hasil tagihan pihak kejaksaan.

“Makanya, kepada bupati/wali kota yang belum memberikan SKK ini, diharapkan bisa segera menerbitkannya. Sebab, hasil tagihan di tingkat kabupaten/kota akan disetor ke kas pemkab/pemko. Sedangkan yang ditagih dari anggota DPRA akan disetor ke kas Pemerintahan Aceh,” jelas Kajati.

Persoalan dana TKI sudah cukup lama tidak selesai dan seakan menjadi “tunggakan” beberapa Kajati Aceh sebelumnya. Namun, Kajati yang baru ini kelihatannya akan lebih serius menyelesaikan masalah ini. Ia ingatkan, bila ada anggota dewan tak mengembalikan uang negara itu dengan alasan dana tersebut dulu diberikan sesuai PP Nomor 37 Tahun 2006, maka bersiap-siap digugat ke pengadilan. Sebab, PP Nomor 21 Tahun 2007, dana ini disuruh kembalikan. Jika tak mengembalikan, harta benda penunggak TKI bisa disita untuk dilelang guna menutupi kerugian negara.

Untuk rencana penagihan TKI ini, Kajati mendapat dukungan moral dari banyak kalangan, antara lain dari pers, LSM, mahasiswa, dan pakar hukum. “Jika mereka tidak mengembalikan sudah wajar dan patut masalah ini dikategorikan sebagi perbuatan merugikan negara dan memperkaya diri sendiri,” teriak seorang aktivis LSM.

Yang tak kalah menarik adalah pendapat pakar hukum dari Unsyiah, Jafar SH MHum. Ia mengatakan, semestinya pemerintah bisa memotong gaji anggota dewan yang masih aktif guna menutupi utang ini. “Tetapi hal ini tak dilakukan,” kata Jafar.

Jadi, sudah sangat tepat jaksa sebagai pengacara negara menagih utang tersebut, bahkan menggugat, jika penunggak tak membayarnya. Mereka harus melunasi utang itu, termasuk membayar bunga di luar perjanjian. “Hal ini diatur dalam UU, istilahnya notoir feiten. Kalau tak salah nilainya lima persen setiap tahun dari nilai uang.”

Sedangkan dukungan dari mahasiswa, jelas terpantau begitu banyak demo digelar di mana-mana mendesak anggota dewan yang pernah menerima TKI untuk mengembalikannya. Pengunjuk rasa juga pernah berdemo ke kejaksaan meminta kejaksaan menangkap para penunggak dana TKI yang memang tak pernah takut jika sekadar diancam.

Nah, dengan dukungan sekuat itu, apa lagi yang membuat kejaksaan kecut?

—————————————————————–

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666