Podcast » Cakrawala

Kekerasan Politik, Mengapa Kian Parah?

18 March 2014 - 00:46 WIB

Kekerasan politik yang diperagakan di altar perdamaian Aceh kini semakin menjadi-jadi. Dalam pemberitaan Harian Serambi Indonesia, Minggu kemarin, tersaji dua berita yang memiriskan perasaan dan akal sehat. Seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRA dari Partai Nasdem bernama Muslim diculik, dianiaya, dan dimasukkan ke goni yang diberi batu sebagai pemberat. Komplotan pelaku diduga ingin menghabisi Muslim dengan cara melemparkannya ke sungai. Untungnya, korban berhasil menyelamatkan diri dengan meloncat dari mobil orang yang menculiknya.

Juga pada hari yang sama, Sabtu (15/3), kekerasan beraroma politik terjadi pula di Aceh Barat Daya. Kantor Dewan Pimpinan Wilayah Partai Nasional Aceh (DPW PNA) di Desa Guhang, Kecamatan Blangpidie, diberondong dengan tembakan senjata api oleh orang yang belum teridentifikasi. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, tapi dinding beton terkena dua tembakan dan satu peluru mengenai kaca jendela kamar yang ditempati pasangan suami istri yang bersebelahan dengan ruang kantor PNA. Siapa pelakunya, hingga hari ini belum diketahui.

Begitulah, satu per satu aksi kekerasan beraroma politik terjadi di Aceh. Per hari tak kurang dua peristiwa kekerasan terjadi. Dulu awalnya yang menjadi sasaran kekerasan adalah posko pemenangan, kantor, rumah, atau mobil caleg, tapi sekarang—seiring dengan makin dekatnya jadwal pemungutan suara— korbannya mulai mengarah ke pribadi caleg atau pengurus partai. Bila awalnya perseteruan terkesan hanya terbatas antara kader Partai Aceh dengan Partai Nasional Aceh saja, sekarang eskalasinya makin meluas. Kader Nasdem dan Partai Damai Aceh pun menjadi sasaran penyerangan.

Di tengah situasi seperti ini kita prihatin dan semakin galau karena kepolisian belum berhasil mengungkap semua kasus-kasus kekerasan itu. Ketika pelakunya belum tertangkap, maka wajar bila kecemasan publik atas kondisi keamanan semakin meningkat. Ini merupakan antitesa dari kondisi damai Aceh yang tercipta setelah MoU Helsinki diteken tahun 2005 lalu.

Pihak kepolisian juga tentunya tahu bahwa berbiak dan semakin meningkatkan eskalasi gangguan keamanan, terutama terhadap caleg atau kader partai politik di Aceh akhir-akhir ini, antara lain, karena disebabkan tak mampunya polisi mengungkap kasus-kasus kekerasan terdahulu. Para pelaku makin berani dan merasa sangat leluasa bermain keras dan barbas di altar perdamaian Aceh, karena mereka yakin aparat keamanan di daerah ini tidak mampu menangkap mereka.

Dalam suasana seperti itu, maka semakin jauh dari harapan publik untuk menemukan jawaban tentang siapa dalang dan berapa banyak wayang yang terlibat dalam setiap lakon kekerasan itu? Belum lagi untuk mendapatkan jawaban apa motif dari setiap aksi kekerasan politik itu?

Oleh karennya, demi menjaga harmoni dan menumbuhkan kembali rasa aman di hati masyarakat Aceh, sekaligus untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, maka aparat kepolisian di Aceh harus bekerja lebih keras lagi mengungkap aksi-aksi kekerasan itu. Apalagi saat ini aparat kepolisian sudah diperkuat dengan tenaga back up dari aparat TNI yang ditempatkan di setiap Polres dan Polsek se-Aceh. Bersinergilah dengan segala kelebihan di bidang intelijen yang dimiliki TNI kita, terlebih karena kekerasan politik di Aceh hampir semua menggunakan senjata api.

Barangkali, skenario yang disusun selama ini dalam mengantisipasi dan mengungkap tindak kekerasan politik, sudah tidak sesuai lagi dengan kecanggihan zaman, maka di bawah Kapolda baru, Brigjen Husein Hamidi, skenario dan strategi itu harus dikaji ulang efektivitasnya. Jika perlu libatkan lebih banyak tenaga intel dan konsultan keamanan, supaya aksi para pelaku kekerasan di Aceh tidak lebih canggih dari kemampuan polisi di daerah ini dalam mengantisipasinya. Semakin dekat ke masa kampanye terbuka, 16 Maret ini, tren kekerasan itu makin meningkat signifikan. Maka pada fase inilah setiap personel polisi kita harus lebih enerjik dan profesional serta tidak pilih kasih dalam menindak siapa pun di kalangan kader atau simpatisan partai yang doyan melakukan tindak kekerasan untuk memenangkan ambisi politiknya.

Di sisi lain, mari kita tanamkan kesadaran untuk berpolitik dengan menjunjung tinggi fairness, HAM, perdamaian, dan nilai-nilai ilahiat, karena kemenangan dan kekuasaan yang dicapai dengan kecurangan dan kekerasan, tidak akan pernah mendapat restu dan inayah dari Allah. Untuk apa berkuasa, tapi dunia akhirat dilaknat Allah?

————————————————————–

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666