Podcast » Cakrawala

Siapa yang Belum Siap Berimpor dan Ekspor?

23 January 2014 - 18:36 WIB

Barang impor dari Malaysia yang tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara sejak 9 Januari 2014, hingga dua hari lalu masih tertahan di tempat penyimpanan sementara (TPS) pelabuhan karena importirnya belum selesai mengurus Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) di Kementerian Perdagangan. Selain itu, satu kapal lainnya pengangkut barang impor yang tiba di Krueng Geukueh pada Jumat (17/1), juga belum bisa merapat ke dermaga karena terkendala izin.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri (PLN) Deperindag beberapa waktu lalu mengatakan, kebijakan Menperindag No 141/2002 tentang Nomor Pokok Importir Khusus (NPIK) tidak melahirkan birokrasi baru dalam masalah kepabeanan di Indonesia. “Sebab, pengurusan NPIK ini tidak membebankan biaya satu rupiah pun dan hanya memakan waktu 2×24 jam atau dua hari kerja.”

Jenis barang impor yang wajib memiliki NPIK antara lain jagung, beras, kacang kedelai, gula tebu atau bit, tekstil, sepatu dan peralatan kaki lainnya, elektronika serta komponennya, dan mainan anak-anak. NPIK berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkan.

Pernyataan “manisnya” memang seperti itu. Tapi, para importir, apalagi yang masih baru memulai kegiatan perdagangan antarnegara, justru harus berhadapan dengan hal-hal yang memusingkan. Termasuk berhadapan dengan oknum-oknum pejabat yang lebih mirip calo jasa pengurusan izin.

Kita juga ingin mengatakan bahwa “pengalaman pertama” ini bukan indikator positif untuk menyatakan aktivitas ekspor dan impor melalui pelabuhan Krueng Gekueh akan prospektif. Sebaliknya, kita malah berani mengatakan hal ini akan menjadi preseden buruk ke depannya. Bayangkan saja, sudah dua pekan barang yang diimpor tertahan di gudang pelabuhan hanya gara-gara NPIK. Kedua, ada kapal yang sampai sepekan tak bisa merapat ke palabuhan karena terhambat administrasi perizinan.

Masalahnya memang kemudian bisa selesai walaupun dalam waktu yang tak jelas. Tapi, risiko yang harus ditanggung seorang importir sudah sangat besar. Sewa kapal, biaya gudang, dan lain-lain akan sangat membengkak. Bisa-bisa barang impor itu sudah tak memberi keuntungan. Syukur-syukur jika tidak busuk atau rusak.

Yang mau kita katakan adalah, tekad mengembangkan pelabuhan Krueng Geukueh menjadi pelabuhan ekspor-impor yang maju tidak dibarengi dengan kesiapan aparat pemerintah. Harusnya, importir dan calon importir dibina dan didukung untuk “menghidupkan” pelabuhan itu agar tidak mubazir.

Urusan-urusan terkait perizinan, termasuk NPIK tadi, harusnya sejak awal sudah diingatkan importir untuk melengkapinya agar barang-barang impor –apalagi makanan– tidak sampai berlama-lama tertahan di palabuhan.

Untuk pengalaman “pahit” yang pertama ini, kita harap tidak membuat kapok si importir, meskipun harapan meraih keuntungan sudah sangat kecil dari barang-barang impornya yang sudah lama tertahan di gudang pelabuhan. Sebab, ke depannya, para importir dan eksportir yang ingin beraktivitas melalui pelabuhan Krueng Geukueh atau pelabuhan bebas Sabang, harus benar-benar menuntut komitmen pemerintah yang berkali-kali menyatakan siap memberi kemudahan. Jadi, bukan justru mempersulit.

————————————————————

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666

Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :