Podcast » Cakrawala

Kala Anak Negeri Dilanda Neo Nasionalisme Baru

24 January 2014 - 21:06 WIB

Manajemen Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh mengaku sedang menyiapkan ruangan khusus untuk para Caleg yang tiba tiba ‘konslet’ sejenak usai pesta demokrasi April mendatang. “Tahun ini tetap kita matangkan persiapan untuk memberi pelayanan kepada caleg yang kemungkinan mengalami gangguan jiwa pascapemilu karena tak terpilih,” ujar Azizurrahman, Kabag Humas RSJ Aceh, di harian ini edisi kemarin.

Lima tahun lalu saat Pemilu 2009, manajemen RSJ Aceh juga sempat menyiapkan ruangan senada, sebagai tindakan jaga jaga. Alhamdulillah, kala itu tak ada ‘korban’ Pemilu yang masuk ruang perawatan khusus Caleg stres tersebut.

Banyak faktor pemicu yang berpotensi membuat Caleg stres pasca Pemilu, antara lain jumlah modal yang dikeluarkan untuk menuju kursi panas di lembaga dewan, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga jenjang tertinggi di Senayan, yang bukan sedikit. Selain itu juga tekanan psikologis dari teman sejawat dan kerabat sendiri.

Partai juga punya kontribusi munculnya Caleg stress seperti diutarakan, Titi Anggraini, Direktur Eksekutif PERLUDEM. Partai kadang tidak mengajarkan cara berkompetisi secara rasional. Ketidakmampuan berkompetisi akan makin diperparah lagi jika seorang caleg memang punya kejiwaan yang tidak stabil. Namun di sisi lain, tak bisa dipungkiri jika petinggi partai sering mendapat tekanan dari kader untuk dimasukkan ke daftar Caleg.

Stress adalah fenomena kejiwaan yang terjadi karena adanya tekanan, baik dari dalam maupun dari luar. Tekanan dari dalam bisa terjadi karena tingginya keinginan, tanpa didasari dan didukung oleh kemampuan atau kapasistas. Dalam hal ini, bisa jadi ketidaksiapan untuk kalah adalah salah satu bagiannya. Sementara tekanan dari luar adalah berkaitan dengan posisi di masyarakat, seperti terpojok oleh pandangan masyarakat dan ketidaksipan dalam menghadapi perubahan nasyarakat.

Faktor lainnya adalah minimnya kematangan akademik seorang Caleg. Sebagai gambaran, untuk menjadi guru SD saja dituntut memiliki kualifikasi ijazah sarjana. Sebaliknya calon wakil rakyat hanya lulusan SMA dan tidak ada tes sama sekali. Kecuali di Aceh yang dilaksanakan tes mengaji.

Apa yang diburu di kursi dewan? Salah satunya adalah status sosial dan finansial. Data Independent Parliamentary Standards Authority (Ipsa) dan Dana Moneter Internasional (IMF) terbaru menyebutkan, Indonesia berada di peringkat keempat dengan gaji anggota DPR paling besar di dunia. Data ini juga dirilis majalah Economist edisi 20-26 Juli 2013. Disebutkan, nominal gaji DPR RI dan DPD mencapai kisaran Rp 50 juta per bulan. Khusus anggota DPR-RI ditengarai mendapat fulus take home pay mencapai Rp 1 M/tahun.

Lantas bagaimana dengan anggota DPRA? Walau masih meraba-raba, tapi kisaran belasan juta rupiah per bulan dengan segenap tunjangannya, rasanya tak jauh dari valid. Lebih dari itu, mereka juga punya cantelan dana aspirasi miliaran rupiah setiap tahunnya.

Jika itu yang menjadi konsideran membuat orang ‘birahi’ meraih kursi dewan, maka benarlah statemen Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun pada awal-awal 2008 tentang neo nasiolisme yang mendera bangsa ini, yaitu nasionalime uang. Maksudnya, melakukan segala sesuatu seolah-olah untuk bangsa ini, padahal sejatinya adalah untuk uang.

Terlepas dari semua itu, seharusnya memang tak perlu stress, karena dalam hidup tidak lepas dari anugerah dan musibah. Kondisi orang beriman, selalu dalam keadaan terbaik. Kebalikannya kondisi orang yang kurang iman, akan mengalami depresi, putus asa ketika cita-citanya tidak tercapai.

————————————————————

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666

Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :