Podcast » Cakrawala

Penertiban “Plat Hitam” Butuh Keberanian Aparat

26 November 2013 - 18:51 WIB

KONFLIK menahun antara awak angkutan umum resmi dan tidak resmi belum terselesaikan di Aceh. Bahkan, problemnya kini kian meluas. Jika dulu yang bertikai antara angkutan umum L-300 plat kuning dengan L-300 plat hitam, dalam beberapa tahun belakangan bertambah satu lagi masalah dengan angkutan khusus plat hitam yang mengantongi izin angkutan wisata, dikenal dengan mobil rental. Biasanya angkutan model ini menggunakan Toyota Kijang Innova dan sejenisnya.

Konflik antara L-300 plat kuning dengan L-300 plat hitam yang tak terselesaikan hingga kini, akhirnya mereda sendiri setelah mereka mendapat “lawan” baru, yakni mobil rental. Akhir pekan lalu, di Abdya, seorang sopir mobil rental dikeroyok para awak L-300. Tapi, pihak mobil rental tak menerima perlakuan itu, dan mereka mengadukan ke polisi.

Sebab, menurut Marhaban Pradoni, Ketua Komite Transportasi Kijang Aceh (Koetaraja), tempat bernaung sebagian mobil rental tadi, walau berplat hitam, mereka sudah memiliki surat izin usaha pariwisata yang dikeluarkan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) Banda Aceh, Dra Emila Sovayana pada 28 Juni 2013.

“Dengan izin usaha pariwisata itu, kami boleh mengangkut penumpang, asal tak mengambil penumpang di terminal dan di jalan, tetapi penumpang yang memesan. Kami sudah memberitahu soal izin Koetaraja ini ke Gubernur, Ketua DPRA, dan Kapolda. Tujuan kami untuk beraudiensi tentang hal dimaksud. Tetapi sejauh ini belum ada tanggapan dari mereka, karena itu kami menganggap selama ini kami tak salah mengangkut penumpang dengan syarat seperti tadi,” demikian Marhaban.

Namun begitu, pihak Organda ternyata tetap mengategorikan mobil rental itu sebagai angkutan tak resmi. Dan, operasional mobil rental ini kata pihak Organda Aceh sangat merugikan angkutan resmi, yakni L-300. Merasa dirugikan, pihak L-300 sudah berulang-ulang melancarkan aksi protes ke pihak-pihak berwenang. Tapi, tak pernah ada penyelesaian secara konkret. Akhirnya, merekapun “main hakim sendiri”.

Ada tiga tuntutan pihak Organda. Pertama, Pemerintah Daerah harus komit melaksanakan kesepakatan yang pernah dibuat sebelumnya yaitu mengharamkan operasional mobil pelat hitam untuk mengangkut penumpang umum.

Kedua, DPR Aceh harus membuat sebuah qanun tentang angkutan umum baik orang maupun barang sebagai dasar hukum jika terjadi persoalan. Dan, ketiga polisi harus mengusut tuntas terhadap temuan barang bukti mobil pelat hitam yang digunakan untuk mengangkut penumpang umum.

Tuntutan pertama dan kedua gampang dibuat di atas kertas. Persoalannya adalah di lapangan. Sebab, yang menjadi ujung tombak penertiban rutin nantinya adalah polisi lalu lintas dan pihak dinas perhubungan. Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilik angkutan umum plat hitam di antaranya adalah oknum polisi dan tentara. Makanya, razia-razia penertiban yang dilakukan selama ini tidak pernah berhasil.

Oleh sebab itu, untuk menertibkannya diperlukan keberanian aparat. Dan, yang sudah pasti memang harus melibatkan polisi militer. Jika tidak, angkutan umum plat hitam ini, apakah L-300 atau Kijang Innova akan tetap beroperasi di jalanan. Yang juga menjadi tugas penting pemerintah adalah menegaskan mana angkutan umum yang resmi dan mana yang tidak resmi.

———————————————————————

Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.

Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666

Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :