Podcast » Haba Ranto

Kesamaan Antara Barcelona dengan Sabang

13 November 2013 - 19:37 WIB

OLEH Ir ZULKIFLI ABDY, konsultan teknik, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Inkindo, melaporkan dari Barcelona

SETELAH melalui perjalanan panjang dari Banda Aceh ke Jakarta dan transit beberapa jam di Doha, Qatar, kemudian pada 14 September pukul 2 siang waktu setempat tibalah kami di Barcelona, Spanyol.

Ini kunjungan elite Inkindo untuk menghadiri Konferensi FIDIC di Barcelona. Tapi kami rangkai dengan mengunjungi beberapa negara di Eropa, seperti Prancis, Swiss, termasuk Andorra, negara terkecil di dunia. Penduduknya hanya 100.000 jiwa dengan luas wilayah sekitar 500 km2. Tapi hebatnya, negeri mungil ini dikunjungi 10 juta wisatawan mancanegara setiap tahunnya. Benar-benar small is beautiful.

Ketika pertama kali menjejakkan kaki di Barcelona International Airport, ‘aroma’ negeri matador dengan keanggunan Eropa yang sangat khas mulai terasa. Keramahan ala Spanyol telah kami rasakan tatkala di pintu ke luar bandara bertemu sopir bernama Paul Sanches yang diutus menjemput kami di bandara. Ia menyapa ramah setelah memperlihatkan secarik kertas yang bertuliskan nama kami.

Dalam perjalanan ke hotel saya pancing pembicaraan dengan bertanya sekilas tentang negeri Ratu Sopia ini, khususnya Kota Barcelona. Ketika mobil yang disopirinya berhenti di lampu merah saya tanyakan pada Paul, inikah pusat Kota Barcelona? Dia menjawab, ya. Terus dengan sedikit lugu saya tanyakan lagi mengapa kota ini terlihat begitu sepi. Saya baru mahfum ketika dia jawab, “Saturday”. Ternyata warga Kota Barcelona lebih senang menghabiskan waktunya di rumah atau berlibur ke tempat tertentu pada akhir pekan (weekend).

Setelah istirahat sejenak dan shalat Zuhur yang dijamak qasar di Condotel, tempat kami menginap, saya dan seorang sahabat coba mengitari kawasan Sagrada Familia dari blok ke blok. Terlihat bangunan-bangunan tua yang masih tertata sangat apik sebagai khazanah heritage yang terpelihara dengan baik. Akhirnya kami sampai ke bangunan gereja tua yang sedang direstorasi. Terdapat taman kota di seberangnya. Di kawasan ini terasa sekali geliat masyarakat setempat yang berbaur dengan turis dari mancanegara yang coba mengabadikan kemegahan landmark Kota Barcelona ini.

Ada yang unik pada masyarakat Barcelona ini, yakni siesta, kebiasaan menghentikan aktivitas siang antara pukul 13.00-17.00 untuk rehat. Hal ini mengingatkan saya pada kebiasaan mayoritas warga Kota Sabang di Aceh yang mendadak menghentikan aktivitas dan menutup warung, toko, serta lapak jualan pada siang hari, untuk rehat siang.

Penduduk Barcelona baru melanjutkan kembali aktivitasnya pada sore hari. Mungkin itu pula cara mereka menikmati hidup ketika segala sesuatunya terasa telah serbamapan.

Hal lain yang menarik adalah bagaimana otoritas kota memelihara dan “menghidupkan” benda-benda peninggalan sebagai daya tarik wisata kota yang terkesan romantis itu.

Esoknya, pagi Minggu (15/9), selepas shalat Subuh saya coba melongok ke jendela yang berhadapan langsung dengan pusat kota di kawasan Sagrada Familia. Saat itu pukul 5.30 pagi, langit masih gelap dan kehidupan kota belum berdenyut sama sekali. Di keheningan dini hari itu saya sempat “mencuri” pandang, tampak dua taksi berhenti di lampu merah dengan disiplinnya, menanti lampu hijau menyala. Tak  lama kemudian ada mobil lagi yang terlewat sedikit saja dari garis batas traffic light itu, namun ia bergegas mundur lagi. Sungguh disiplin berlalu lintas yang patut diacungi jempol.

Geliat kota baru mulai terasa pukul 10, ditandai dengan lalu-lalang kendaraan memenuhi jalan dan hiruk-pikuk stasiun kereta yang terlihat sangat teratur. Ini merupakan sisi-sisi menarik yang mengawali hari pertama muhibah kami ke Eropa pada pengujung musim di mana udaranya tak lagi terlalu dingin.

Seperti kota-kota di negara Eropa pada umumnya, kota ini pun tertata apik. Ingatan saya lalu mengarah pada sebuah klub sepak bola Barcelona yang telah banyak mengukir prestasi sebagai tim sepak bola yang sangat disegani di daratan Eropa.

 * Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com

——————————————————–

Selengkapnya dengarkan Podcast dibawah ini :