Kemiskinan, Persoalan yang tak Pernah Tuntas
14 November 2013 - 18:02 WIB
PULUHAN demonstran mengatasnamakan Gerakan Aksi Mahasiswa (GAM) melancarkan unjuk rasa ke Kantor Gubernur Aceh, Selasa (12/11) pagi. Dalam aksi itu mereka juga mengusung
spanduk yang antara lain bertuliskan ‘Pemerintah Aceh Gagal Mensejahterakan Rakyat’ serta ‘Aceh Ladang Kemiskinan’. Karenanya, mereka mendesak Pemerintah Aceh segera menuntaskan kemiskinan dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya di Aceh.
Dalam orasinya mereka mengatakan, angka kemiskinan di Aceh dari tahun ke tahun terus meningkat. Kondisi itu bertolak belakang dengan besarnya APBA yang mencapai Rp 11,7 triliun. Mereka juga menyebut ada 24 ribu buruh menjadi pengangguran baru di Aceh. Ini membuktikan Pemerintah Aceh sekarang telah gagal menyejahterakan rakyat Aceh. Lapangan kerja baru yang terbuka sama sekali tak berimbang dengan jumlah pencari kerja. “Kami minta Pemerintah Aceh serius dalam menanggulangi angka pengangguran di daerah ini.”
Kita berharap persoalan kemiskinan berapapun besar atau kecil angkanya tetap saja harus dientaskan. Artinya, kemiskinan itu sedapat mungkin memang tidak ada. Demikian juga pengangguran, hendaknya jangan “terbiarkan” berlama-lama tanpa lapangan kerja. Jika sampai angka pengangguran tinggi dan lapangan kerja baru sangat terbatas, maka efek negatifnya bisa macam-macam. Yang pasti angka kriminalitas akan meningkat.
Berbicara soal pengentasan kemiskinan dan pengangguran, yang selalu menjadi bahan perdebatan bukan solusinya, tapi terkait dengan “sengketa” angka. Jika demonstran tadi mengatakan angka kemiskinan dan jumlah pengangguran di Aceh dari tahun ke tahun terus meningkat, maka Pemerintah Aceh biasanya akan membantah dengan menunjuk angka-angka hasil sensus serta indikator-indikator yang bertolak belakang dengan tudingan pengunjuk rasa.
Yang jelas, masalah kemiskinan bukanlah sekadar persoalan kekurangan makan atau rendahnya penghasilan. Seorang pakar mengingatkan, “Kemiskinan lebih pas kita pahami sebagai ketiadaan kemampuan individu atau kelompok untuk keluar dari kesulitan ekonomi, sosial, dan politik karena terciptanya struktur masyarakat yang menindas dan kebijakan pemerintah yang mengungkung proses pembebasan dari penindasan.”
Dan untuk melihat apakah pemerintah berkomitmen menngentaskan kemiskinan serta mengurangi pengangguran, maka itu biasanya dicermati pada formula anggaran daerah, dalam hal ini APBA. Agar, anggaran daerah berformula memihak rakyat miskin, maka memang diperlukan “tekanan-tekanan” dari luar pemerintah, antara lain oleh mahasiswa, LSM, dan pers. Usaha untuk membantu kaum miskin dan penganggur ini memang tak pernah mulus. Kesulitan pasti ditemui di lapangan karena kultur politik dan struktur birokrasi yang masih cenderung tertutup. Kalangan LSM sering mengeluh, “jangankan mengawal arah anggaran, mencermati penggunaan dan Otsus saja sulitnya setengah mati.”
Akhirnya, jika ingin merespon demo mahasiswa tadi, maka jangan persoalkan berapa angka kemiskinan dan pengangguran di daerah ini yang sebenarnya. Sebab, berapapun jumlahnya, yang jelas di Aceh ada masyarakat yang miskin serta banyak pula pengangguran. Maka, yang harus ditanggapi adalah substansinya, bahwa kita harus entaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja baru.
——————————————–
Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.
Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666
Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :