DPRA Bersikap Kontroversial
22 November 2013 - 17:47 WIB
Bila DPRA berkeras mengukuhkan Wali Nanggroe pada Desember 2013, kemungkinan Wali tidak akan mendapat pelayanan dari pemerintah. Ini bisa terjadi kalau Dewan tidak segera menyelesaikan pembahasan Qanun Wali Nanggroe yang baru-baru ini disampaikan Gubernur. Dengan tak terbahasnya Qanun WN, otomatis organisasi pemerintah untuk melayani Wali Nanggroe belum bisa bekerja, terutama untuk menggunakan anggaran operasional WN.
Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Edrian, mengatakan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe yang diusul gubernur ke DPRA satu paket dengan usulan revisi qanun Wali Nanggroe yang sampai kemarin belum disepakati Banleg DPRA apakah ditolak atau diterima untuk dibahas dan disahkan.”
Menurut Edrian, gubernur mengusulkan revisi Qanun WN ke DPRA pada November ini, dengan harapan setelah Wali Nanggroe dikukuhkan pada bulan Desember 2013, Sekretariat Lembaga WN sudah terbentuk bersama Sekretaris atau Kitabul Wali. Organisasi Pemerintah untuk melayani Wali Nanggroe ini tidak sederhana, akan tetapi terdiri dari seorang Kepala Sekretariat ditambah lima kepala bagian dan 15 kasubbagnya.
Meski begitu mendesak dan penting, Dewan ternyata tetap melihat ada agenda lain yang perlu didahulukan pembahasannya. “Usulan Gubernur Aceh untuk merevisi kembali Qanun WN kepada DPRA akan dikaji kembali oleh anggota Banleg dan hasilnya belum bisa diputuskan saat ini. Sebab, agenda utama DPRA menjelang akhir tahun ini sangat padat,” kata Ketua Badan Legislasi DPRA, Abdullah Saleh SH.
Publik mungkin bertanya kenapa harus memunculkan sikap kontroversi itu. Padahal, melihat Gubernur dan Wagub, serta Ketua DPRA dan mayoritas anggota dewan, harusnya semua berjalan mulus. Sebab, mereka berasal dari bendera yang sama. Entahlah, kita tak tahu skenario apa yang sedang berjalan.
Yang jelas, Pemerintah Pusat mengaitkan pembahasan revisi Qanun WN dengan penuntasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UUPA yang akan selesai dalam waktu dekat. Hendaknya bisa paralel dengan selesainya revisi Qanun WN serta Qanun Bendera dan Lambang Aceh. “Kita tentu ingin semuanya selesai segera,” kata Dirjen Otda, Prof Djohermansyah.
RPP yang dimaksud Prof Djohermansyah itu adalah RPP tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, RPP tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, serta Rancangan Peraturan Presiden RI tentang Kantor Wilayah Badan Pertanahan Aceh dan Kantor-kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Menjadi Perangkat Daerah Aceh dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota.
Artinya, kalaupun kita tidak katakan adanya tawar-menawar antara revisi Qanun WN dengan tiga RPP tersebut, yang jelas untuk memuluskan semuanya memang harus ada kompromi. Dengan demikian, nantinya Aceh tak boleh merasa kalah, dan Pusat juga tak boleh merasa menang. Sebab, jika ada yang merasa kalah dan merasa menang, maka tak salah jika nanti ada yang menganggap itulah benih konflik vertikal baru antara Aceh dan Pusat. Padahal, sejak 2005 perasaan itu telah diikhlaskan untuk dibuang jauh-jauh demi memelihara perdamaian.
————————————————–
Syedara lon, Program “Cakrawala” Radio Serambi FM bisa Anda dengarkan setiap Hari, Mulai Senin – Jum’at pada pukul 10.00-11.00 Wib.
Program ini mengupas “Salam Serambi” dengan menghadirkan narasumber berkompeten secara langsung ataupun by phone.
dan syedara lon juga bisa berpartisipasi dalam Acara ini di nomor telp (0651)637172 dan 0811689020 / SMS 0819 878 666
Untuk Selengkapnya, silahkan dengarkan podcast di bawah :